Business Law Community FH UGM

Peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dalam Menghimpun Royalti Hak Cipta

Oleh Alexandra Lisa Wijaya, I Gusti Agung Ayu Paikea Sarasvati Krishna, dan Nadya Khalifa Prastawa (Divisi Hak Kekayaan Intelektual)

Manusia terlahir ke dunia dengan akal dan pikiran yang kompleks. Akses tak terbatas dalam eksplorasi alam pikiran manusia, menciptakan penemuan-penemuan baru yang berpengaruh besar dalam kehidupan di dunia saat ini maupun masa depan nantinya. Perwujudan dari hasil penemuan ini memiliki nilai penting tersendiri bagi pencipta, yakni hak atas kepemilikan dari karya intelektual mereka. Jadi, hak atas kekayaan intelektual atau yang disebut juga dengan intellectual property right diartikan sebagai hasil olah pikir yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia[1]. Secara garis besar ruang lingkup aspek hak kekayaan intelektual dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri, adapun hak cipta terdiri dari ilmu pengetahuan, seni, dan sastra[2]. Sedangkan, hak kekayaan industri terdiri dari paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan perlindungan varietas tanaman[3].

Hak kekayaan intelektual terdiri atas beberapa jenis, salah satunya yakni ‘hak cipta’. Karya intelektual di lingkup hak cipta lebih terkhusus meliputi karya seni rupa, musik, hasil karya tulis dan karya-karya lainnya yang bersinggungan dengan cakupan hak cipta yang diatur dalam undang-undang. Pelaksanaan hak cipta perlu diperhatikan agar terus berjalan sebagai bentuk perlindungan terhadap pencipta atas karya-karya milik mereka. Jaminan perlindungan terhadap hak cipta yaitu dengan pemberian hak pendaftaran atau dengan istilah “pencatatan”, tujuannya agar hak-hak Pencipta terlindungi dengan maksimal[4]. Meskipun ketentuan hak cipta memakai prinsip deklaratif, tujuan pencatatan karya lagu ciptaan untuk pembuktian apabila ada pelanggaran hak cipta[5].

Eksistensi hak cipta di Indonesia sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014. Dalam undang-undang tersebut, hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan[6]. Indonesia yang saat ini berada di era serba teknologi ditambah pengaruh arus globalisasi mendorong terlahirnya generasi dengan kemampuan kreativitas yang berpotensi dapat menciptakan karya-karya di segala sektor kehidupan. Sudah sepatutnya ciptaan karya anak bangsa ini diperlukan adanya perlindungan untuk menghindari pelanggaran hak cipta yang semakin mudah terjadi akibat pesatnya perkembangan teknologi. Kasus-kasus yang marak beredar seperti pembajakan, plagiarisme menjadi ancaman sekaligus peringatan agar pemerintah dapat menaruh perhatian lebih terhadap penyelenggaraan hak cipta di Indonesia. Terkait fokus pemerintah terhadap perlindungan hak cipta, Lembaga Manajemen Kolektif Indonesia (LMKN) menjadi salah satu lembaga pemerintah yang mengelola kepentingan hak ekonomi pencipta berfokus di bidang lagu dan/atau musik. Urgensi LMKN terletak pada peranannya dalam melindungi hak pencipta supaya menerima kompensasi yang adil dari penggunaan atas karya ciptanya. Keberadaan LMKN sangatlah penting bagi keberlangsungan industri kreatif di Indonesia disebabkan memiliki wewenang dalam pengelolaan royalti si pencipta. 

LMKN merupakan lembaga eksekutif yang berada di lingkup Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. LMKN sendiri dibentuk berdasarkan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Selanjutnya dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik sebagai peraturan turunan yang bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap pencipta, pemilik maupun pemegang hak cipta terhadap hak ekonomi atas suatu ciptaan dan setiap orang yang mendapatkan peralihan hak ekonomi tersebut. Kemudian terbentuklah peraturan pelaksana dari Peraturan Pemerintah tersebut yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2021 yang mengatur pelaksanaan dari beberapa pasal dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 yaitu Pasal 15 ayat (4), Pasal 18 ayat (5), dan Pasal 19 ayat (3). Seiring dengan perkembangan zaman, peraturan ini dinilai belum mampu untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat sehingga dibuatlah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022.  Lebih lanjut dalam pelaksanaan tugasnya, LMKN dipimpin oleh Komisioner yang bersifat Independen yang dalam pengangkatannya disahkan oleh keputusan menteri dan dengan masa jabatan 5 tahun[7]. Adapun, komisioner bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap LMK, melakukan penarikan royalti, cara penghitungan royalti, pendistribusian, dan penyelesaian sengketa. 

LMKN merupakan badan yang memiliki peran penting dalam mendukung industri kreatif dan melindungi hak cipta. LMKN dibentuk tahun 2015 dan telah melalui beberapa masa komisioner. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia telah menyeleksi komisioner baru untuk periode 2022-2025. Para komisioner ini dibagi dalam dua kelompok yaitu: Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Pencipta, yang terdiri dari Andre Hehanussa, Dharma Oratmangun, Waskito, Makki Omar, dan Tito Sumarsono dan Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Hak Terkait yang terdiri dari Bernard Nainggolan, Ikke Nurjanah, Johnny Maukar, Yessy Kurniawan, and Marcel Siahaan[8]. Tujuan dari LMKN adalah untuk meningkatkan pendapatan royalti dari penggunaan hak cipta atas lagu dan musik di Indonesia, termasuk juga pembagian hasil royalti atas penggunaan lagu atau musik kepada pemilik hak cipta dan hak-hak lainnya yang melekat. Sementara itu, tujuan dari badan ini adalah untuk memastikan manajemen dari royalti atas penggunaan hak cipta atas lagu atau musik secara transparan, proporsional dan adil[9].

LMKN memiliki beberapa peran, seperti mengumpulkan royalti dari pihak ketiga yg menggunakan hasil karya yg memiliki hak cipta (copyrighted works). Ini termasuk pelacakan penggunaan hasil karya tersebut, negosiasi tarif dengan pengguna, dan pengumpulan dana. Setelah pengumpulan royalti dilakukan, LMKN akan membagikannya kepada pemilik royalti seperti pencipta lagu, penulis, artis, dan pemegang hak cipta lainnya. Pembagian hasil royalti dilakukan secara adil dan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Untuk melindungi hak cipta atas hasil karya tersebut, LMKN dapat mengambil tindakan hukum terhadap individu atau pihak tertentu yang menggunakan hasil karya tanpa seizin dari pemilik hak cipta atau tanpa membayar biaya yg telah ditentukan[10].

Selanjutnya, LMKN dapat secara aktif melakukan negosiasi dengan berbagai pihak yang menggunakan hasil karya yang ada. Termasuk diantaranya dengan radio, stasiun televisi, perusahaan perfilman, perusahaan streaming, dan perusahaan-perusahaan lainnya. LMKN juga akan memonitor penggunaan materi dari hasil karya yang memiliki hak cipta. Diantaranya, memonitor acara-acara publik, penyiaran radio, penjualan dan berbagai bentuk penggunaan hasil karya tersebut. Terakhir, LMKN juga dapat menerbitkan ijin atau lisensi penggunaan hasil karya atau cipta baik nasional maupun internasional[11].

Dapat disimpulkan bahwa LMKN berkontribusi terhadap keberlanjutan dari industri kreatif melalui pemberian insentif untuk para pencipta agar terus berkarya dan memastikan bahwa hak cipta mereka dilindungi dan dihargai. Seiring dengan meningkatnya kreativitas masyarakat akibat perkembangan teknologi digital, maka diperlukannya sebuah lembaga untuk melindungi hak ekonomi pencipta atau pemegang hak cipta terhadap suatu karya. LMKN menjadi salah satu solusinya. Berdasarkan Pasal 89 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, LMKN hadir untuk merepresentasikan kepentingan pencipta dan pemegang hak cipta terkait, untuk memperoleh kompensasi yang adil. Kedudukan LMKN berada di bawah Kementerian Hukum dan Hak Asasi manusia sehingga segala pengaturannya diatur dalam Peraturan maupun Keputusan Menteri. Sesuai dengan perkembangan zaman, pengaturan terbaru mengenai LMKN yang masih berlaku sampai sekarang adalah Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2022 yang memuat beberapa perubahan yang tentunya lebih mengakomodir kepentingan masyarakat. Oleh karena itu, LMKN ditujukan untuk melakukan pengawasan, penarikan, dan penghitungan royalti yang kemudian royalti tersebut akan dibagikan kepada pemegang pemilik royalti (pemegang hak) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati, LMKN juga dapat menindak siapa saja yang menggunakan karya milik orang lain dengan tanpa izin, melakukan negosiasi kepada para pihak pemegang lisensi, dan menyelenggarakan mediasi atas sengketa yang terjadi, serta menerbitkan izin lisensi atas sebuah karya.


SUMBER:

[1] Maria Alfons, “Implementasi Hak Kekayaan Intelektual Dalam Perspektif Negara Hukum”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 14, No. 03, 2017.

[2] Galih Dwi Ramadhan, “Ruang Lingkup Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual Terhadap Video Game”, Journal of Intellectual Property, Vol. 4, No. 2, 2021.

[3] Ibid.

[4] Labil Rabbani, “Peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Sebagai Pengelola Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik”, Jurnal Lex Lata, Vol. 

[5] Sentosa Sembiring. 2002. Prosedur dan Tata Cara Memperoleh Hak Kekayaan Intelektual di Bidang Hak Cipta dan Merek. Bandung: Yrama Widya. hlm. 20.

[6] Pasal 1 angka 1 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

[7] Antonio Rajoli Ginting, “Peran Lembaga Manajemen Kolektif Nasional Dalam Perkembangan Aplikasi Musik Streaming”, Jurnal Legislasi Indonesia, Vol. 13, No. 03, 2019.

[8] Lembaga Manajemen Kolektif Nasional, “Tentang Kami,”, lmkn.id, https://www.lmkn.id/tentang-kami/ 

[9] Ibid.

[10] Muhammad Choirul Anwar, “Mengenal Apa Itu LMKN yang Punya Wewenang Tarik Royalti Lagu,” kompas.com, 12 April 2021, https://money.kompas.com/read/2021/04/12/174103226/mengenal-apa-itu-lmkn-yang-punya-wewenang-tarik-royalti-lagu?page=all 

[11] Ibid.

Exit mobile version