Business Law Community FH UGM

Problematika Hak Cipta: Implementasi Artificial Intelligence dan Implikasinya bagi Pemilik Database dalam Algoritma

Oleh Bernadette Angelie Saragi, Marshanda Wahyu Salsabilah, Newa Anjani, Ony Setyo Aji

(Divisi Hak dan Kekayaan Intelektual)

Tanpa kita sadari teknologi berkembang pesat sejak masa lalu, dimulai sejak penemuan roda serta alat-alat sederhana hingga terjadinya revolusi industri dan kemajuan teknologi informasi saat ini. Kemajuan teknologi memberikan pengaruh besar pada berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk bagaimana cara kita bekerja, berkomunikasi, serta berinteraksi dengan dunia sekitar.[1] Perkembangan teknologi dan informasi yang semakin pesat saat ini telah menimbulkan kebutuhan manusia akan teknologi yang lebih cerdas. Salah satu teknologi yang lahir dari kebutuhan ini adalah kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI).

Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) adalah teknologi yang memungkinkan sistem komputer, perangkat lunak, program, dan robot untuk melakukan tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia.[2] Gottfried Wilhelm Leibniz,  mendefinisikan teknologi kecerdasan buatan seperti mesin yang memiliki kemampuan menalar menggunakan logika untuk menyelesaikan masalah.[3] Teknologi AI telah digunakan dalam berbagai bidang, seperti transportasi, keuangan, bahkan kesehatan. Dalam bidang keuangan, teknologi AI dapat memproses data dan membantu dalam pengambilan keputusan investasi.[4] Sedangkan di bidang kesehatan, teknologi AI dapat membantu dalam mendiagnosis serta mencari pengobatan suatu penyakit.[5] Lantas bagaimana teknologi AI bekerja?

Teknologi AI bekerja menggunakan algoritma dan model matematis. Dilansir dalam Brookings, algoritma yang digunakan dalam Teknologi AI memerlukan data dalam jumlah yang banyak dan kuat bertujuan agar komputer dapat menghasilkan output yang akurat.[6] Data tersebut dapat berupa teks, gambar, atau karya yang mungkin dilindungi oleh hak cipta. Penggunaan data-data yang dilindungi hak cipta tanpa izin pemilik hak cipta dapat menyebabkan masalah hukum dan potensi tuntutan hukum.[7] Penggunaan data yang tidak sah juga dapat menimbulkan kerugian bagi pemilik data, hal ini dikarenakan data tersebut berpotensi dimanipulasi atau digunakan secara tidak sah oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Untuk mengatasi permasalahan ini diperlukan perhatian dan tindakan untuk melindungi hak cipta serta privasi data dalam pengembangan Teknologi AI sehingga dapat dipastikan bahwa data-data yang digunakan dalam pengembangan Teknologi AI didapatkan secara sah serta melalui peraturan-peraturan yang berlaku.

Menurut Pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, pengertian hak cipta sendiri adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun yang jadi pertanyaan adalah kata pencipta dari pasal ini yang dimana apakah AI termasuk di dalamnya? Pengertian pencipta menurut UU Hak Cipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Dapat dipahami bahwa perundang-undangan di Indonesia sendiri belum mengakui pencipta selain dari manusia. Berdasarkan UU Hak Cipta, AI tidak dianggap sebagai pencipta suatu ciptaan karena AI bukanlah pribadi dan tidak memiliki ciri khusus dan pribadi yang dapat dikaitkan dengan ciptaan tersebut. Melainkan berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU Hak Cipta, AI adalah program komputer sebagai seperangkat instruksi yang diekspresikan dalam bentuk bahasa, kode, skema, atau dalam bentuk apapun yang ditujukan agar komputer bekerja melakukan fungsi tertentu atau untuk mencapai hasil tertentu. Staf Ahli Menteri Bidang Reformasi dan Regulasi Kemenparekraf, Ari Juliano Gema berpendapat bahwa adanya aturan jelas mengenai keterlibatan seseorang yang memakai aplikasi AI untuk menghasilkan sebuah karya sangat diperlukan.[8]

            Kemudian apakah suatu karya yang berasal dari AI dapat melanggar hak cipta? Menurut penulis, meskipun belum ada aturan di Indonesia yang mengatur tentang masalah hak cipta bagi AI, belum tentu suatu karya yang dihasilkan oleh AI merupakan pelanggaran hak cipta. Ada satu doktrin yang disebut doktrin “Works Made For Hire” yang tercantum dalam Copyright, Design and Patents Act (CPDA) yang merupakan doktrin dimana pencipta membuat suatu karya yang telah ditugaskan untuk individu ataupun organisasi yang mungkin tidak memiliki hak cipta atas karya tersebut.[9] Doktrin ini sesuai dengan sistem AI yang dimana meskipun sistem AI sendiri yang membuat suatu karya atau penciptanya tetapi pengguna lah yang berhak atas kepemilikan dalam karya tersebut. Meskipun begitu doktrin ini masih perlu dikaji lebih lanjut terhadap penerapannya terhadap sistem AI.

AI dapat mengolah data dari berbagai karya cipta untuk menghasilkan karya baru dengan gaya mirip bahkan sama. Apabila dilakukan tanpa mengindahkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, khususnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, jelas menimbulkan masalah hukum karena termasuk dalam kategori pembajakan karya cipta. Pembatasan mengenai hak cipta telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Dinyatakan dalam Pasal 43 huruf (d) UU Hak Cipta bahwa suatu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila penyebarluasan konten hak cipta melalui teknologi informasi dan komunikasi bersifat nonkomersial. Namun, jika pencipta suatu karya tersebut merasa keberatan, tindakan tersebut dianggap sebagai pelanggaran hak cipta. Lebih lanjut, sebagaimana diatur pada Pasal 44 UU Hak Cipta, suatu perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila hasil suatu ciptaan dicantumkan sumbernya secara lengkap untuk keperluan pendidikan, penelitian, penyelenggaraan pemerintah, dan pertunjukkan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta.

Contoh kasus pelanggaran hak cipta yang berkaitan erat dengan AI yaitu gugatan dari Getty Images kepada Stability AI sebagai perusahaan pemilik Stable Diffusion, perangkat lunak pembuat karya seni berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) populer. Dalam gugatan yang diajukan pada 17 Januari 2023 melalui pengadilan London, Inggris tersebut memuat tudingan pelanggaran hak cipta. Stability AI disebut secara tidak sah menyalin dan memproses jutaan gambar yang dilindungi hak cipta dan dimiliki atau diwakili Getty Images tanpa lisensi untuk menguntungkan kepentingan komersial Stability AI dan merugikan pembuat konten.[10] 

Getty Images memberikan lisensi kepada para pelaku inovasi teknologi terkemuka dengan tujuan pelatihan sistem kecerdasan buatan dengan cara menghormati hak kekayaan pribadi dan intelektual. Sedangkan, dalam tudingannya, Getty Images meyakini bahwa Stability AI mengabaikan opsi lisensi dan perlindungan hukum demi mengejar kepentingan komersial.[11]

Craig Peters selaku CEO Getty Images mengatakan perusahaannya tidak mencari ganti rugi finansial dalam kasus ini, melainkan bermaksud untuk membangun preseden yang menguntungkan untuk litigasi di masa yang akan datang.[12]

AI dapat mengolah data dari berbagai karya cipta untuk menghasilkan karya baru dengan gaya mirip bahkan hampir sama. Meski begitu, menurut penulis, tetaplah pengguna AI yang memiliki kepemilikan dan tanggung jawab atas karya yang diciptakan AI tersebut karena UU Hak Cipta sendiri secara tak langsung tidak mengakui AI sebagai pencipta. Kemampuan AI dalam menghasilkan karya dengan cara mengolah karya lama untuk menghasilkan karya baru dapat menjadi masalah jika dilakukan tanpa mengindahkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hal tersebut jelas menimbulkan masalah hukum karena termasuk dalam kategori pembajakan karya cipta. Meskipun dalam UU Hak Cipta dinyatakan bahwa perbuatan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila penyebarluasan konten hak cipta melalui teknologi informasi dan komunikasi bersifat nonkomersial, tetapi jika pencipta suatu karya tersebut merasa keberatan, tindakan tersebut akan tetap dianggap sebagai pelanggaran hak cipta.

Upaya menyikapi dampak-dampak negatif yang dapat ditimbulkan AI salah satunya adalah dengan dibuatnya suatu regulasi yang secara khusus dan jelas mengaturnya, misalnya mengenai bagaimana keterlibatan pengguna AI apabila terjadi pelanggaran hak cipta dari hasil karya yang dihasilkan dalam berbagai skenario. Di samping itu, penggunaan dan perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat dan masif, jika tidak dibarengi dengan regulasi yang dengan jelas mengaturnya dapat menimbulkan banyak permasalahan.


[1] Setiawan, Daryanto. “Dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi terhadap budaya.” JURNAL SIMBOLIKA: Research and Learning in Communication Study (E-Journal) 4, no. 1 (2018): 62-72.

[2] Silmi Nurul Utami. “Artificial Intelligence (AI): Pengertian, Perkembangan, Cara Kerja, dan Dampaknya”

https://www.kompas.com/skola/read/2021/07/05/121323869/artificial-intelligence-ai-pengertian-perkembangan-cara-kerja-dan?page=2 (diakses pada 20 Maret 2023).

[3]  Dr. Michael Hans, S.H., S.E., M.Kn., LL.M., CLA, CCD, Cynthia Prastika Limantara, S.H., “Menyoal Aspek Hak Cipta atas Karya Hasil Artificial Intelligence” [website], https://www.hukumonline.com/berita/a/menyoal-aspek-hak-cipta-atas-karya-hasil-artificial-intelligence-lt641d06ea600d9/ (diakses pada 27 Mei 2023).

[4] Azzahra, Belinda. “Akuntan 4.0: roda penggerak nilai keberlanjutan perusahaan melalui artificial intelligence & tech analytics pada era disruptif.” Jurnal Riset Akuntansi Dan Keuangan 16, no. 2 (2021): 87-98.

[5] Trenggono, Patriot Haryo, and Adang Bachtiar. “PERAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE DALAM PELAYANAN KESEHATAN: A SYSTEMATIC REVIEW.” Jurnal Ners 7, no. 1 (2023): 444-451.

[6] Allen, Darrell. 2018.  “How artificial intelligence is transforming the world.” Brookings. April 24, 2018. https://www.brookings.edu/research/how-artificial-intelligence-is-transforming-the-world/. (diakses pada 20 Maret 2023).

[7] Gema, Ari Juliano. “MASALAH PENGGUNAAN CIPTAAN SEBAGAI DATA MASUKAN DALAM PENGEMBANGAN ARTIFICIAL INTELLIGENCE DI INDONESIA DI INDONESIA.” Technology and Economics Law Journal 1, no. 1 (2022): 1.

[8] DAW. 2020.  “Dirjen KI: Para Ahli Hukum Perlu Membahas Hukum Mengenai Pelindungan Hak Cipta Artificial Intelligence.” DGIP. 30 Juni 2020. https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/dirjen-ki-para-ahli-hukum-perlu-membahas-hukum-mengenai-pelindungan-hak-cipta-artificial-intelligence?kategori=pengumuman#:~:text=Sedangkan%2C%20Staf%20Ahli%20Menteri%20Bidang%20Reformasi%20dan%20Regulasi,sebagai%20pencipta%20karya%20menurut%20Undang%20Undang%20Hak%20Cipta. (diakses pada tanggal 20 Maret 2023).

[9] Copyright Law of The United States, Title 17, Chapter 1.

[10] Giovani Dio Prasasti, “Getty Images Gugat Pembuat Alat Karya Seni AI karena Langgar Hak Cipta”, https://www.liputan6.com/tekno/read/5186491/getty-images-gugat-pembuat-alat-karya-seni-ai-karena-langgar-hak-cipta, (diakses pada 17 Maret 2023).

[11] Jennifer Korn, “Getty Images suing the makers of popular AI art tool for allegedly stealing photos”,  https://edition.cnn.com/2023/01/17/tech/getty-images-stability-ai-lawsuit/index.html, (diakses pada 17 Maret 2023).

[12] Tim Redaksi VOI, “Getty Images Gugat Stability AI Atas Pelanggaran Hak Cipta”,

 https://voi.id/teknologi/245835/getty-images-gugat-stability-ai-atas-pelanggaran-hak-cipta, (diakses pada 18 Maret 2023).


Exit mobile version