Business Law Community FH UGM

Two Pillar Solution: Kesepakatan Pajak Multilateral untuk Pajak Digital yang Lebih Adil

Oleh: Alina Cinintya Irnadi, Fandy Ahmad Salim, Yasmin Kirani Faradila

Di era globalisasi layaknya hari ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kerja sama internasional telah menjadi krusial bagi setiap bangsa. Globalisasi mendobrak sekat-sekat fisik dan menghubungkan satu hal dengan yang lain. Sifat globalisasi ini pun melahirkan permasalahan lintas batas yang mustahil untuk diselesaikan oleh satu negara saja. Salah satu permasalahan lintas batas yang tidak bisa ditangani sendirian itu adalah BEPS. BEPS atau Base Erosion and Profit Shifting merupakan strategi perencanaan pajak yang dilakukan oleh korporasi untuk memindahkan keuntungan dari yurisdiksi berpajak tinggi ke yurisdiksi berpajak rendah. Dengan jalan ini, perusahaan hanya perlu membayar pajak di yurisdiksi tempat mereka mendaftarkan diri, meski sebenarnya meraup keuntungan di negara lain dengan kewajiban pajak yang lebih tinggi. BEPS termasuk salah satu bentuk praktik penghindaran pajak (tax avoidance) yang menyebabkan negara-negara di seluruh dunia menderita kerugian pajak sebesar 200 milyar US Dollar setiap tahun.

 

Demi memberantas praktik BEPS ini, negara-negara yang tergabung dalam OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS menginisiasi sebuah pendekatan perpajakan yang baru, yaitu Two Pillar Solution to Address the Tax Challenges Arising from the Digitalisation of the Economy (Solusi Dua Pilar untuk Mengatasi Tantangan Perpajakan dari Digitalisasi Ekonomi) atau lebih umum disebut sebagai Two Pillar Solution. Two Pillar Solution adalah perjanjian regulasi pajak internasional yang sampai sekarang telah disetujui oleh 136 negara/yurisdiksi dan akan direalisasikan pada tahun 2023 mendatang. Regulasi ini ditujukan untuk mengatasi inkonsistensi sistem perpajakan antar satu negara dengan negara yang lain yang menjadi pintu masuk praktik BEPS oleh korporasi. Harapannya, pembentukan regulasi ini adalah satu langkah kolektif menuju terwujudnya keadilan pajak internasional, baik bagi entitas negara maupun entitas perusahaan, serta mengakhiri praktik BEPS yang sangat merugikan lewat kerjasama multilateral.

 

Two Pillar Solution, seperti namanya, terdiri dari dua “paket regulasi” yang diberi nama Pilar 1 dan Pilar 2. Pilar 1 mengajukan hak bagi “yurisdiksi pasar” untuk memajaki beberapa laba yang dihasilkan di negara tersebut. Hal ini akan diwujudkan dengan implementasi nexus dan alokasi laba yang baru yang didasarkan pada tempat dikonsumsinya barang/jasa. Sedangkan Pilar 2 didesain untuk memastikan perusahaan multinasional membayar sejumlah pajak minimum atas operasi bisnis mereka. Besar pajak minimum ini akan sama di tiap negara sehingga memperkecil celah kesempatan bagi perusahaan melakukan praktik BEPS.

 

Pilar 1 mengusulkan solusi untuk menjamin hak pemajakan dan basis pajak yang lebih adil dalam konteks ekonomi digital. Hal tersebut dilakukan melalui perombakan sistem pajak internasional yang tidak lagi harus berbasis kehadiran fisik. Hak pemajakan ini diberikan kepada yurisdiksi tempat perusahaan multinasional memperoleh penghasilan setidaknya senilai 1  juta Euro. Batas penghasilan yang menjadi dasar pemberian hak pemajakan ini ditetapkan lebih rendah untuk yurisdiksi yang lebih kecil (dengan PDB kurang dari 40 miliar), yaitu senilai 250 ribu Euro. Perusahaan-perusahaan yang mendulang laba dari yurisdiksi berdasarkan kriteria di atas akan diwajibkan untuk mengalokasikan 25% dari residual profit mereka ke negara pasar. Selain itu, Pilar 1 mensyaratkan ‘ditariknya’ kebijakan pajak digital yang bersifat unilateral, seperti Digital Services Tax (DST) dan Electronic Transaction Tax (ETT) guna menghindari pemajakan berganda atau double taxing.

 

Sementara itu, Pilar 2 merupakan upaya melindungi negara dari praktik BEPS dan mengurangi kompetisi pajak yang melahirkan negara-negara suaka pajak. Pilar yang dikenal sebagai Global Anti Base-Erosion (GloBe) ini menerapkan pajak minimum sebesar 15% untuk perusahaan dengan pendapatan lebih dari 750 juta Euro. Dengan skema ini, perusahaan multinasional yang melakukan Base Erosion and Profit Shifting melalui penempatan kantor pusat di negara suaka pajak tidak dapat lagi mengelak dari kewajiban perpajakannya di negara tempat mereka mendulang laba. Selain pajak minimum sebesar 15% tersebut, perusahaan–perusahaan yang menghasilkan lebih dari 10% keuntungan dari penjualan produk atau layanan di negara lain diwajibkan membayarkan pajak kepada negara tempat beroperasi serta negara asal.

 

Urgensi atas adanya dua pilar regulasi ini dapat kita temukan pada fenomena digitalisasi ekonomi yang semakin gencar, terutama sejak pandemi COVID-19 lalu yang memaksa perekonomian bereksodus ke platform digital. Sifat dunia digital yang serba lintas batas mengizinkan perusahaan-perusahaan digital-multinasional dapat menjangkau pasar global yang luas secara relatif mudah. Tanpa adanya peraturan perpajakan yang tegas dan terintegrasi secara global, perusahaan digital dapat dengan mudah melakukan BEPS dan negara-negara pasar berisiko menderita kerugian pajak yang besar. Two Pillar Solution bertugas memastikan perusahaan-perusahaan digital-multinasional tersebut membayar pajak mereka “di tempat yang semestinya.”

Merancang Pajak Digital yang Lebih Adil

Era digital mengenalkan kita dengan berbagai layanan dan produk digital dari perusahaan-perusahaan teknologi multinasional. Spotify yang bergerak di bidang layanan pemutaran produk audio, Netflix yang menawarkan akses kepada ribuan film, sampai berbagai game developer company seperti Ubisoft, Electronic Arts, dan Riot Games adalah contoh kecil dari sekian banyak perusahaan digital yang tak asing di telinga kita. Eksisnya perusahaan-perusahaan digital hari ini adalah dampak yang tak terhindarkan dari meluasnya penggunaan internet yang bahkan semakin masif di kala pandemi. 


Akan tetapi, naiknya perusahaan-perusahaan digital ini tak hanya menawarkan gaya hidup yang baru lewat produk-produk mereka, tetapi juga memunculkan rentetan pertanyaan besar dalam bidang hukum pajak kontemporer: bagaimana cara menerapkan pajak pada perusahaan-perusahaan digital yang tidak hadir secara fisik maupun secara legal di suatu negara, tetapi mencari keuntungan di negara tersebut? Bagaimana cara memajaki perusahaan-perusahaan digital yang sifat alami operasinya adalah serba maya dan lintas yurisdiksi? Kerangka pemajakan seperti apa yang dapat membuat sebuah perusahaan digital yang berdiri secara legal di Kepulauan Solomon, dioperasikan dari suatu kota di Inggris, juga harus membayar pajak pada negara-negara dunia ketiga yang menjadi pasar mereka? Two Pillar Solution menawarkan jawabannya atas pertanyaan-pertanyaan ini.

Berdasarkan ketentuan di Pilar 1, perusahaan dinilai telah menjadi wajib pajak ketika ia telah cukup menampakkan “kehadiran ekonomi yang signifikan” di suatu negara, meski tidak hadir secara fisik maupun legal di yurisdiksi tersebut. Syarat ini memungkinkan penerapan pajak kepada perusahaan digital yang tidak berdiri secara formal di suatu negara, tetapi menjadikan negara tersebut sebagai pasar mereka untuk meraup keuntungan. Netflix adalah salah satu contoh perusahan digital yang akan terdampak oleh regulasi ini. Perusahaan streaming film tersebut akan dikenai pajak atas operasi bisnisnya di Indonesia meski tidak memiliki kantor resmi di Indonesia. Netflix, dan perusahaan-perusahaan digital serupa, akan diwajibkan untuk merealokasikan 25% residual profit perusahaan mereka kembali ke negara pasar. Besaran pajak terutang yang berdasarkan profit perusahaan ini tidak akan dibebankan kepada pelanggan sehingga tidak perlu dikhawatirkan akan ada peningkatan harga produk.


Konsep pemajakan yang dibawa oleh Two Pillar Solution ini lebih memberi keadilan daripada sistem pemajakan konvensional karena dinilai lebih proporsional dan non-diskriminatif dalam konteks pemungutan pajak oleh negara. Hal ini sesuai dengan asas pertama dari 4 asas pemungutan pajak yang dirumuskan Adam Smith dalam bukunya The Wealth of Nations, yaitu asas keadilan atau equality. Asas keadilan, atau sering disebut sebagai prinsip ability-to-pay, mengandung makna bahwa besar pajak yang wajib dibayarkan harus berbanding lurus dengan besar penghasilan. Makna ini adalah manifestasi dari konsep keadilan vertikal. Meski sederhana, keadilan vertikal ini masih sulit terwujudkan karena praktik BEPS memungkinkan perusahaan-perusahaan berpenghasilan besar tidak membayar pajak yang sesuai dengan besar penghasilannya; sebuah masalah yang diselesaikan oleh Two Pillar Solution.


Selain itu, ada juga konsep keadilan horizontal yang menuntut agar pajak tidak diberlakukan secara sewenang-wenang terhadap subjek, kelompok, atau aktivitas tertentu saja. Keadilan horizontal ini belum dapat terwujudkan oleh sistem pajak konvensional yang seolah-olah membebaskan perusahaan digital dari kewajiban pajak hanya karena belum mendirikan kantor pusat di yurisdiksi tersebut. Lahirnya Two Pillar Solution mengharuskan perusahaan digital tetap membayar pajak secara proporsional sesuai pendapatannya walau tidak hadir secara fisik maupun legal di yurisdiksi tempat mereka beroperasi. Solusi ini menjadikan perusahaan digital maupun perusahaan nondigital memikul tanggung jawab pajak secara lebih adil dan tidak mendiskriskriminasikan perusahaan nondigital yang telah berdiri secara konkrit di sebuah yurisdiksi.


Keuntungan bagi Negara dan Perusahaan


Implementasi Two Pillar Solution dipercaya akan membawa keuntungan bagi setiap pihak. Salah satu pihak yang akan sangat diuntungkan oleh Two Pillar Solution adalah negara sebagai fiskus pajak. Pasalnya, kehadiran regulasi ini berpotensi mendongkrak devisa negara lewat pajak dikarenakan bertambah luasnya cakupan wajib pajak. Wajib pajak yang mulanya hanya perusahaan yang telah berdiri secara fisik nantinya akan meluas sehingga mencakup juga perusahaan-perusahaan digital yang belum berdiri secara konkrit tapi dinilai sudah hadir secara ekonomi di suatu negara. Perluasan wajib pajak ini akan berpengaruh besar pada pendapatan negara dari pajak. Bertambahnya pendapatan negara dari pajak ini akan berbanding lurus dengan peningkatan APBN yang mengarah kepada pembangunan nasional secara pesat yang memperluas lapangan kerja. Hal ini akan menyebabkan peningkatan produktivitas SDM yang nantinya akan berpengaruh secara positif terhadap Gross Domestic Products negara tersebut. Selain menguntungkan negara, Two Pillar Solution juga membawa keuntungan bagi perusahaan yang termasuk sebagai wajib pajak berdasarkan regulasi ini.


Disepakatinya regulasi Two Pillar Solution secara lintas yurisdiksi memudahkan perusahaan untuk beroperasi secara lintas yurisdiksi pula. Penyelarasan aturan pajak secara global lewat penetapan pajak minimum membuat perusahaan tidak perlu selalu menyesuaikan diri dengan sistem perpajakan yang berbeda-beda antar negara. Selain itu, Two Pillar Solution ini juga melindungi perusahaan dari pemajakan berganda (double taxing) dan dari sengketa-sengketa yang rumit dan tidak perlu. 

Exit mobile version