Business Law Community FH UGM

Penerapan Dedolarisasi: Bagaimana Pengaruhnya Bagi ASEAN dan Indonesia?

Oleh Kayla Angelica Kosasih, Kendrick Chang, dan Srimega Nurmaya Yohanna (Divisi Perdagangan Internasional)

LATAR BELAKANG

Sebelum dan selama abad 19–20, perdagangan dunia menggunakan mata uang yang dinilai dengan emas. Pound sterling Inggris di kala itu mendominasi dan menjadi mata uang dunia. Runtuhnya standar emas dimulai dengan pecahnya Perang Dunia I ketika para negara mulai meninggalkan standar emas dan membayar belanja militer dengan uang kertas, yang disusul dengan Inggris di kemudian hari. Amerika Serikat yang pada saat itu kuat secara ekonomi pun menjadi debitur bagi banyak negara yang ingin membeli obligasi berdenominasi dolar AS. Dolar AS pun dijadikan mata uang dunia pada Perjanjian Bretton Woods di tahun 1944[1].

Dewasa ini, kita kerap mendengar kata “dedolarisasi.” Secara umum, dedolarisasi merupakan aksi untuk meninggalkan dolar AS sebagai mata uang cadangan atau dalam arti lain mencari cara untuk menghindari dolar ketika melakukan bisnis internasional[2]. Benar, dominasi atas dolar AS sedang terancam. Hal ini dikarenakan oleh beberapa alasan. Salah satu alasan utamanya adalah ketergantungan yang berlebih atas suatu mata uang menyebabkan risiko atas perekonomian yang ada. Seperti yang kita amati dan ketahui, kredibilitas atas dolar AS kian melemah[3]. Faktor- faktor yang menunjukkan berupa konflik geopolitik yang sering terjadi, ekonomi atau moneter yang kian memburuk (utang, inflasi, dan sejenisnya), perubahan kebijakan-kebijakan yang dialami, dan sebagainya. Alasan lainnya adalah, kekuatan ekonomi negara lain yang semakin kuat (seperti China dan Rusia), kemandirian ekonomi yang diinginkan negara- negara, dan lain-lain[4][5].

Dedolarisasi memberikan suatu alternatif atas penggunaan mata uang dunia  yang saat ini adalah dolar AS. Pertama, mata uang dunia yang dahulunya dolar AS berkemungkinan berubah menjadi mata uang negara lain, bisa jadi yuan China, euro, dan sebagainya[6]. Kedua, penggunaan mata uang lokal atau local currency transaction (LCT). LCT ini adalah transaksi bilateral antar negara yang menggunakan mata uang lokal masing-masing negara[7]. Ketiga, negara- negara sudah mulai mengembangkan sistem pembayaran alternatif. Aksi nyatanya seperti di Tiongkok yang mengembangkan Cross-Border Interbank Payment System (CIPS), sistem pembayaran Tiongkok yang menawarkan layanan kliring dan penyelesaian bagi para pesertanya dalam pembayaran dan perdagangan renminbi (RMB) lintas batas[8]. Keempat, cryptocurrency. Cryptocurrency merupakan aset digital yang masih diperdebatkan oleh berbagai pihak. Walaupun cryptocurrency keamanannya terjamin, bersistem desentralisasi, penuh privasi, dan sebagainya. Namun, volatilitasnya masih terlalu signifikan dan kurang stabil, peraturan terkait masih sedikit, penuh anonim yang dapat melakukan aktivitas illegal, serta kripto ini masih belum sepenuhnya diterima di masyarakat[9].

Tindakan yang mendukung dedolarisasi ini sudah mulai terlaksana dan terjadi lebih cepat dari yang diprediksi. Upaya-upaya pun sudah mulai direncanakan dan dipersiapkan oleh beberapa negara di dunia. Tentunya, dedolarisasi akan memberikan pengaruh maupun tantangan yang signifikan dan berbeda-beda terhadap setiap negara yang merealisasikannya.

PEMBAHASAN

Analisis Pengaruh Dedolarisasi terhadap ASEAN

ASEAN, organisasi geopolitik dan ekonomi yang beranggotakan negara-negara kawasan Asia Tenggara, dalam topik dedolarisasi ini menyepakati diperkuatnya kerja sama keuangan. Diharapkan adanya kestabilan pada nilai tukar mata uang negara-negara ASEAN dan terlepasnya ASEAN dari ketergantungan terhadap dolar AS melalui mata uang lokal yang digunakan dalam transaksi serta saling terkoneksinya sistem pembayaran di kawasan[10].

“Bagaimana kondisi perekonomian ASEAN sejauh ini dalam menjalankan dedolarisasi?”. Pertanyaan-pertanyaan sejenis ini kerap muncul dalam benak pembaca. Sejauh ini, berdasarkan data-data yang diperoleh, pada Agustus 2023 terjadi kejatuhan mata uang ASEAN yang dipengaruhi perkembangan dolar AS yang memburuk serta inflasi AS yang meningkat. Jatuh bangun sudah biasa dalam setiap progres untuk mencapai tujuan. Inilah salah satu contoh nyata terakhir, sehingga apabila dedolarisasi semakin diupayakan, maka dapat mengurangi tekanan eksternal dan mengurangi risiko global di negara kawasan. Namun, tidak hanya sisi negatif dalam penerapannya, beberapa negara ASEAN sudah bisa menggunakan QR Code dalam bertransaksi yang memudahkan wisatawan mancanegara tidak perlu repot untuk menukarkan uang ke dolar AS terlebih dahulu karena tidak ada penggunaan dolar AS dalam transaksi QR Code. Terdapat juga data dari ASEAN Year Statistical  Book 2022 yang menunjukkan peningkatan nilai perdagangan intra kawasan ASEAN sebanyak 24,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Maka diharapkan mata uang kawasan semakin ditingkatkan guna meningkatkan perdagangan, kerja sama antar sesama anggota ASEAN, dan menguatkan mata uang lokal kawasan[11].

Dalam setiap peristiwa yang dan akan terjadi, tentunya akan melahirkan keuntungan dan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat. Seperti halnya topik hangat yang beredar saat ini, dedolarisasi. Dikutip dari beberapa sumber mengenai keuntungan dedolarisasi, bahwa dengan dibangunnya sistem local currency transaction (LCT), para pelaku negara ASEAN tidak perlu lagi khawatir tentang kerugian selisih kurs dalam melakukan penukaran mata uang dolar. Pemerintah juga diuntungkan dengan peningkatan produktivitas dan pendapatan dari pelaku usaha[12]. Di balik itu, ada juga kerugiannya, seperti belum adanya kepastian terhadap mata uang masing-masing negara dalam waktu dekat yang dapat menjamin kestabilan dan bisa disetujui untuk diterapkan oleh banyak negara, sehingga apabila dipaksakan, kestabilan ekonomi negara dapat terganggu[13].

Misi yang mau dicapai pasti ada pula tantangan-tantangan yang muncul dalam mengupayakannya, apalagi dedolarisasi menyangkut banyak aspek dan dalam skala internasional. Dapat kita lihat, bahwa selama ini kegiatan ekspor-impor masih terbiasa menggunakan dolar AS dalam transaksi  perdagangan karena sulitnya transaksi pembayaran menggunakan mata uang lokal, yang melahirkan pertanyaan apakah mata uang lokal tersedia di setiap bank Asia Tenggara, dan sebaliknya. Hal inilah yang memperlambat jalannya transisi dolar AS ke mata uang lokal[14]. Tidak hanya itu, bagai virus yang dapat menyebar, sama halnya dengan  negara-negara ini, apabila satu negara terkena krisis ekonomi, maka krisis itu akan menyebar ke negara lain. Seperti krisis di akhir tahun 1990-an, yaitu jatuhnya mata uang Baht Thailand yang menjadi awal krisis ekonomi yang kemudian menyebar dari Asia hingga Rusia dan Amerika Latin hingga mengancam seluruh dunia[15]. Tidak menutup kemungkinan tantangan baru akan muncul seiring berjalannya dedolarisasi, sehingga risiko jangka panjang harus dipikirkan dan dapat menjadikan kejadian-kejadian sejarah sebagai tinjauan.

Satu negara berbeda dengan negara lain, seperti kebudayaan, suku, dan lain-lain. Sama halnya dengan mata uang. Setiap negara memiliki mata uang yang berbeda dan nilai dalam tiap mata uang pasti berbeda. Dengan adanya perbedaan tersebut, memberikan dampak dalam transaksi perdagangan internasional, investasi, hingga inflasi. Dalam perdagangan internasional, dapat dilihat dampaknya bahwa produk ekspor menjadi lebih murah dan lebih kompetitif di pasar internasional yang disebabkan depresiasi mata uang, sementara apresiasi mata uang dapat menjadikan produk impor lebih murah[16]. Keputusan dalam berinvestasi juga dipengaruhi oleh perubahan nilai mata uang, seperti aset dapat menjadi lebih mahal bagi investor asing karena apresiasi mata uang. Begitu pula sebaliknya, depresiasi menjadikan aset lebih murah. Kata “inflasi” bisa mendorong kita berpikir ke dampak negatif, namun dalam hal ini memang depresiasi mata uang dapat mendorong inflasi karena meningkatkan harga impor, tetapi apresiasi mata uang dapat menurunkan inflasi dengan menekan harga impor[17]. Dari beberapa dampak diatas, dedolarisasi diharapkan dapat tetap menjaga keseimbangan dan kestabilan dalam setiap perubahan nilai mata uang.

Setiap negara ASEAN memiliki peranan penting dalam mewujudkan dedolarisasi, negara kita, Indonesia memiliki eksistensi dan keterlibatan yang kuat dalam upaya dedolarisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa upaya yang telah dilakukan oleh Indonesia untuk mewujudkan dedolarisasi melalui kerja sama LCS atau LCT dengan Bank Indonesia. Sampai tahun 2023, Indonesia telah berhasil mencapai beberapa kesepakatan[18]

Indonesia – Thailand

Penerapan kerja sama LCS antara Indonesia dengan Thailand sudah efektif diterapkan dari tanggal 2 Januari 2018. Pada Agustus 2022 Bank Indonesia memperluas kerja samanya dengan Bank of Thailand untuk penyelesaian transaksi investasi. Penyelesaiannya dilakukan melalui implementasi kerja sama pembayaran berbasis QR Code lintas negara (Cross-Border QR Payment Linkage). Saat ini kerja sama dengan Bank of Thailand dan Bank Negara Malaysia dengan penyepakatan MoU LCT di mana sistem transaksi menggunakan mata uang lokal diperluas dan dikuatkan lagi dengan memasukkan transaksi berjalan, neraca keuangan, dan neraca modal[19].

Indonesia – Malaysia

Implementasi kerja sama sudah terjadi sejak tanggal 2 Januari 2018 bersamaan dengan pengesahan implementasi kerja sama dengan Bank of Thailand atas penyelesaian transaksi perdagangan. Transaksi ini juga telah diperluas hingga mencakup penyelesaian investasi langsung. Pada 8 Mei 2023, telah diresmikan kerja sama dalam sistem pembayaran, khususnya pengimplementasian interkoneksi pembayaran antara Indonesia dan Malaysia menggunakan kode QR yang kini dapat dilakukan pembayaran di kedua negara menggunakan DuitNow QR Code atau QRIS[20].

Indonesia – Jepang

Pada tanggal 5 Agustus 2021 penguatan kerangka kerja sama antara Bank Indonesia dan Kementrian Keuangan Jepang (JMOF) yang sebelumnya sudah dilaksanakan pada tanggal 31 Agustus 2020 sebagai wujud dari penandatanganan MoU antara BI dengan JMOF tanggal 5 Desember 2019 lalu. Dengan penguatan tersebut berlaku secara efektif merupakan upaya berkelanjutan untuk mendorong perdagangan dan investasi serta meningkatkan stabilitas makro ekonomi dengan mendorong penggunaan mata uang lokal secara lebih luas dalam aktivitas pembayaran komersial dan keuangan.

Indonesia – Tiongkok

Bank Indonesia dan People’s Bank of China secara resmi mengimplementasikan kerja sama penyelesaian transaksi bilateral dengan mata uang lokal pada 6 September 2021. Hal ini sejalan dengan MoU yang ditandatangani oleh BI dan PBC pada tanggal 30 September 2020. Kemudian, pada tanggal 26 September 2023 perluasan terus dilakukan dengan penggunaan LCT sebagai pembayaran antarnegara pada “Indonesia-Tiongkok Business Forum” di Beijing, Tiongkok. Pada kesempatan ini QRIS juga dipromosikan sebagai alat pembayaran yang terintegrasi sejak 2017 di Indonesia agar proses pembayaran melalui kode QR bisa dilakukan[21].

Indonesia – Singapura

Pada tanggal 29 Agustus 2022, terjadi penandatanganan MoU antara Bank Indonesia dengan Monetary Authority of Singapore mengenai penerapan LCT sebagai proses pembayaran bilateral antarnegara dan penggunaan kode QR lintas negara dapat dilakukan dengan terjadinya konektivitas pembayaran QRIS-NETS untuk memudahkan transaksi bilateral menggunakan mata uang lokal masing-masing negara[22] dan terjadi perpanjangan hingga 2 November 2024 nanti terkait perjanjian kerja sama keuangan bilateral yaitu: Local Currency Bilateral Swap Agreement (LCBSA) dan Bilateral Repo Line (BRL).

Indonesia – Korea Selatan

Pada tanggal 2 Mei 2023, Penandatanganan MoU antara Bank Indonesia dengan Bank of Korea dalam penggunaan LCT sebagai pembayaran bilateral untuk mengurangi biaya transaksi dan risiko nilai tukar ketika melakukan proses pembayaran antarnegara. Korea Selatan merupakan salah satu mitra dagang utama Indonesia, kerja sama perdagangan Indonesia-korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK-CEPA) akan mendorong peningkatan jumlah transaksi ataupun investasi antara kedua negara di masa depan yang mana hal tersebut akan lebih baik apabila transaksi itu bisa diselesaikan dengan mata uang lokal atau LCT[23].

Peraturan Bank Indonesia Nomor 22/12/PBI/2020 Pasal 1 nomor 2 tentang Penyelesaian Transaksi Bilateral Menggunakan Mata Uang Lokal Melalui Bank mengartikan LCS sebagai penyelesaian transaksi yang dilakukan secara bilateral oleh pelaku usaha di Indonesia dan negara mitra dengan menggunakan mata uang masing-masing negara. Peraturan Bank Indonesia tersebut juga mengatur mengenai bagaimana proses dari awal hingga akhir serta pengawasan terkait LCS tersebut terjadi.

Terjadinya dedolarisasi dapat membawa beberapa keuntungan, kelemahan, serta tantangan dalam menjalankannya. Beberapa dampak positif dengan terjadinya dedolarisasi adalah hal tersebut dapat meningkatkan stabilitas ekonomi karena tidak lagi hanya bergantung pada Amerika Serikat saja, tetapi terjadi diversifikasi mata uang dari yang awalnya menggunakan dolar Amerika Serikat (AS) dan pengaruh dari perekonomian AS tidak akan sebegitu besarnya karena diversifikasi yang terjadi tersebut. Menurut Josua Pardede selaku Ekonom Bank Permata, hal tersebut dapat meningkatkan nilai investasi dan kegiatan perdagangan antarnegara, terutama pada negara-negara yang menjalin kerja sama LCS atau LCT tersebut khususnya di tingkat ASEAN[24]. Kemudian, hal senada juga disampaikan oleh Bhima, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies atau Celios, efisiensi dalam perdagangan terutama oleh para eksportir dan importir akan sangat terasa dan dapat mengurangi risiko dari fluktuasi yang terjadi oleh nilai tukar karena tidak perlu menukarkan mata uang ke dolar kemudian dikonversi lagi ke mata uang lokal penerima tetapi bisa langsung terjadi antar mata uang lokal secara langsung tanpa perlu dikonversikan ke dolar Amerika Serikat terlebih dahulu[25].

Namun, hal tersebut bukan berarti tidak memiliki kekurangan. Beberapa kelemahan adalah kebijakan moneter dapat dipengaruhi oleh kondisi politik negara setiap negara tujuan, kemudian risiko dari fluktuasi yang terjadi oleh nilai tukar mata uang tidak bisa terhindarkan sepenuhnya karena tetap akan terpengaruhi oleh nilai tukar mata uang tujuan dan pasar keuangan dunia, kemudian salah satu negara dalam transaksi tersebut dapat mengalami keuntungan atau kerugian yang diakibatkan dari persaingan perdagangan dan investasi negeri masing-masing memengaruhi fluktuasi nilai tukar mata uang lokal, dan perbedaan praktik yang terjadi pada pembayaran yang berada di jalur perdagangan lintas negara[26].

Tantangan dari dedolarisasi bagi Indonesia adalah keyakinan atau kepercayaan dari para pelaku usaha pada penggunaan mata uang rupiah sebagai alat pembayaran, serta likuiditas pasar keuangan domestik yang kurang, kemudian respons dari Amerika Serikat berupa sanksi ekonomi, kemudian ancaman melalui kebijakan devaluasi mata uang yang dikeluarkan negara mitra dapat memengaruhi ekonomi Indonesia[27].

Indonesia menjawab tantangan dan menunjukkan keseriusannya dalam mendukung dedolarisasi melalui penandatanganan Nota Kesepahaman untuk dibentuknya Satuan Tugas Nasional Local Currency Transaction pada tanggal 5 September 2023 saat acara KTT ASEAN di Jakarta. Satgas Nasional LCT tersebut akan menjadi wadah koordinasi untuk memperkuat sinergi kebijakan antar Kementerian/Lembaga (K/L) untuk meningkatkan penggunaan mata uang lokal pada transaksi bilateral Indonesia dengan negara mitra, disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo[28]. pembentukan ini juga merupakan upaya untuk memperkuat resiliensi pasar keuangan domestik, mengakselerasi pemanfaatan dari LCT, dan kesiapan serta kewaspadaan kita terhadap penggunaan LCT terutama bagi pihak yang melakukan usaha dan penguatan ekonomi nasional, disampaikan oleh Menko Airangga[29].

KESIMPULAN

Dedolarisasi sudah terlaksana di beberapa negara di dunia dan Indonesia menjadi salah satu pengupayanya. Penerapan pembayaran QRIS dan pembayaran bilateral dengan mata uang lokal sudah mulai diterapkan meskipun belum sepenuhnya. Namun, hal tersebut tidak dapat langsung dilaksanakan secara tiba-tiba dan terburu-buru karena harus mempertimbangkan dampak yang akan timbul. Bukan hanya dampaknya, tapi kurangnya pemahaman akan dedolarisasi secara umum juga dapat memperlambat kesiapan masyarakat secara luas dalam penerimaan dan penerapan dedolarisasi. 

Perubahan akan selalu terjadi dan setiap perubahan selalu ada sisi baik dan buruknya. Situasi ekonomi dan politik AS sekarang menunjukkan suatu kesempatan positif atas pelaksanaan dedolarisasi ini, hal tersebut membuat kita semakin sadar betapa rentannya ekonomi kita dengan bergantung hanya pada dolar Amerika Serikat saja. Kegagalan dari pelaksanaan dedolarisasi akan menimbulkan dampak yang cukup signifikan karena efek yang terjadi akan menggiring banyak hal untuk terlibat sehingga dapat memengaruhi perekonomian negara bahkan dunia. Pengendalian terkait dampak dari dedolarisasi ini merupakan salah satu langkah pencegahan yang juga sebuah urgensi bagi pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan dari dedolarisasi dapat memberikan output yang memuaskan, namun kegagalan juga tidak bisa dihindari seperti sudah adanya beberapa negara yang berhasil menerapkan sistem dedolarisasi, tapi ada juga negara yang gagal dalam penerapannya, contohnya Peru. Pentingnya memikirkan dampak jangka panjang dalam pertimbangan penerapan dedolarisasi baik dari kerja sama antarnegara, kestabilan ekonomi negara, hingga perdamaian dunia agar kondisi kedepannya dapat terkendali guna memberikan kemanfaatan pada masyarakat maupun negara dalam menjalaninya. Oleh karena itu, Indonesia dan negara ASEAN lainnya harus mempersiapkan secara matang dan aktif untuk mempertimbangkan berbagai aspek yang akan terpengaruh dalam perencanaan dedolarisasi.


Sumber:

[1]Mutia Fauzia. “Mengapa Dollar AS Digunakan Sebagai Mata Uang Dunia?”, Kompas.com, November 23,2021, https://money.kompas.com/read/2021/11/22/172529526/mengapa-dollar-as-digunakan-sebagai-mata-uang-dunia?page=all  

[2]Michael Bromberg . “De-Dollarization: What Is It, and Is It Happening?”Investopedia. https://www.investopedia.com/what-is-de-dollarization-7559514 (accessed October 29, 2023).

[3] Aiden Yao . “De-dollarization: its causes and implications”Chinadaily.com.https://www.chinadaily.com.cn/a/202306/27/WS649a33cda310bf8a75d6bc8d.html (accessed October 29, 2023).

[4] Newsroom. “Four reasons for de-dollarization” moderndiplomacy.https://moderndiplomacy.eu/2023/08/23/four-reasons-for-de-dollarization/ (accessed October 29, 2023).

[5] Rehia Sebayang . “Ini Alasan Negara-negara Besar Dunia Mulai “Buang Dolar”

”CNBC Indonesia. Novemeber 1, 2019. https://www.cnbcindonesia.com/mymoney/20191101111757-72-111935/ini-alasan-negara-negara-besar-dunia-mulai-buang-dolar (accessed October 29, 2023).

[6] Barratut Taqiyyah Rafie. “Isu De-dolarisasi Makin Berembus Kencang, Apa Itu? Ini Penjelasannya”. Kontan.co.id. https://internasional.kontan.co.id/news/isu-de-dolarisasi-makin-berembus-kencang-apa-itu-ini-penjelasannya?page=all  (accessed October 29, 2023).

[7]   KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. “Jaga Stabilitas Ekonomi, Presiden Jokowi Saksikan Penandatanganan Nota Kesepahaman Satgas Nasional Transaksi Mata Uang Lokal ”.https://www.kemenkeu.go.id/informasi-publik/publikasi/berita-utama/Satgas-Nasional-Transaksi-Mata-Uang-Lokal (accessed October 29, 2023).

[8] sina_mobile (2019-05-23).finance.sina.cn. “865家银行加入人民币跨境支付系统 去年交易额26万亿”.  (accessed October 29, 2023).

[9] Allianz Indonesia . “Memahami Apa Itu Cryptocurrency Beserta Kelebihan dan Kekurangannya ”. Allianz.co.id.https://www.allianz.co.id/explore/memahami-apa-itu-cryptocurrency-beserta-kelebihan-dan-kekurangannya.html (accessed October 29, 2023).

[10] Agnes Theodora. “ASEAN Bersiap Bahas Wacana Dedolarisasi Lebih Konkret.”, Kompas, August 21, 2023. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/08/21/asean-bersiap-bahas-wacana-dedolarisasi-lebih-konkret

[11] Edward Ricardo. “RI Pimpin ASEAN Buang Dolar, Ini Sederet Manfaatnya.” CNBC Indonesia, September 2, 2023, https://www.cnbcindonesia.com/research/20230902101714-128-468394/ri-pimpin-asean-buang-dolar-ini-sederet-manfaatnya 

[12] Dovana Hasiana. “Terungkap! Ini Manfaat Jika ASEAN Tinggalkan Dolar dalam Transaksi Perdagangan.”, SINDOnews, April 23, 2023, https://ekbis.sindonews.com/read/1082463/33/terungkap-ini-manfaat-jika-asean-tinggalkan-dolar-dalam-transaksi-perdagangan-1682575464.

[13] Berlian Tama dan Ariella Wijayanti. “The Rise of Local Currencies: ASEAN’s Shift Towards Dedollarization.” medium.com. https://ugmasean.medium.com/the-rise-of-local-currencies-aseans-shift-towards-de-dollarization-c0d9bc3db314 (accessed November 1, 2023).

[14] Muhammad Syafaruddin. “Polling Suara Surabaya: Pemakaian Mata Uang Tunggal di ASEAN Dinilai Menguntungkan.” suarasurabaya.net. https://www.suarasurabaya.net/ekonomibisnis/2023/polling-suara-surabaya-pemakaian-mata-uang-tunggal-di-asean-dinilai-menguntungkan/ (accessed October 29, 2023).

[15] Nuhbatul Basyariah dan Hafsah Khairunisa. “Analisis Stabilitas Nilai Tukar Mata Uang Asean-10 Terhadap Dolar As Dan Dinar Emas”, EQUILIBRIUM: Jurnal Ekonomi Syariah 4, no. 2 (2016): 4, https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/equilibrium/issue/view/268

[16] Prof. Dr. Muhammad Firdaus, SP, M.Si, dkk. DAMPAK PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP AKTIVITAS EKSPOR DAN IMPOR NASIONAL. (Jakarta: Eximbank, 2018), 6.

[17] Sterne, Glenn Hoggarth and Gabriel. 1997. Handbooks in Central Banking No. 14 CAPITAL FLOWS: CAUSES, CONSEQUENCES AND POLICY RESPONSES. London: Centre for Central Bangking Studies.

[18]Arfin. “Melepaskan Ketergantungan Pada Mata Uang Dolar Amerika Serikat.” https://bppk.kemenkeu.go.id/balai-diklat-keuangan-pontianak/artikel/melepaskan-ketergantungan-pada-mata-uang-dolar-amerika-serikat-898145 (accessed November 11, 2023)

[19] Maria Elena, “Kurangi Dominasi Dolar, Bank Sentral Indonesia, Malaysia, dan Thailand Sepakati LCT,” Bisnis, August 25, 2023, https://finansial.bisnis.com/read/20230825/11/1688248/kurangi-dominasi-dolar-bank-sentral-indonesia-malaysia-dan-thailand-sepakati-lct.

[20] Maria Elena, “Daftar Negara yang Mulai Dedolarisasi Bareng Bank Indonesia,” Bisnis, May 9, 2023,

[21] Desca Lidya Natalia, “Gubernur BI undang lebih banyak pengusaha China terlibat LCS,” Antara, September 26, 2023, https://www.antaranews.com/berita/3744816/gubernur-bi-undang-lebih-banyak-pengusaha-china-terlibat-lcs#mobile-nav.

[22] Bank Indonesia. “Indonesia dan Singapura Sepakat untuk Mendorong Konektivitas Pembayaran Kode QR Lintas Negara dan Promosi Penggunaan Mata Uang Lokal.” https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2423322.aspx (accessed November 13, 2023)

[23] Benediktus Krisna Yogatama. “Indonesia Perluas Kerja Sama “Dedolarisasi”,” Kompas, May 2, 2023,

[24] Bambang Ismoyo. “Dedolarisasi Bisa Bikin Rupiah Lebih Stabil, Begini Analisis Para Ekonom,” Tribunbisnis, April 25, 2023,

[25] Lida Puspaningtyas. “Dedolarisasi, Celios: Risiko Fluktuasi Nilai Tukar akan Terkendali,” Republik, May 5, 2023,

[26]Ahmad Kiflan Wakik. “Meski Dedolarisasi Menggema, Tapi Banyak Pelaku Usaha Enggan Tinggalkan Dolar AS, Kok Bisa?” 2023. Rmol.Id. May 7, 2023. https://politik.rmol.id/read/2023/05/07/573118/meski-dedolarisasi-meng%20gema-tapi-banyak-pelaku-usaha-enggan-tinggalkan-dolar-as-kok-bisa/.

[27] Arfin. “Melepaskan Ketergantungan Pada Mata Uang Dolar Amerika Serikat.” https://bppk.kemenkeu.go.id/balai-diklat-keuangan-pontianak/artikel/melepaskan-ketergantungan-pada-mata-uang-dolar-amerika-serikat-898145 (accessed November 11, 2023)

[28] Bank Indonesia. “Indonesia Bentuk Satgas Nasional untuk Mendorong Peningkatan Penggunaan Mata Uang Lokal dalam Transaksi Indonesia dengan Negara Mitra.” https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2524523.aspx (accessed November 13, 2023)

[29] Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. “Tandatangani Nota Kesepahaman Local Currency Transaction, Pemerintah Jaga Stabilitas Nilai Tukar Untuk Mendukung Penguatan Ekonomi Nasional.”https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/5348/tandatangani-nota-kesepahaman-local-currency-transaction-pemerintah-jaga-stabilitas-nilai-tukar-untuk-mendukung-penguatan-ekonomi-nasional (accessed November 10, 2023)

Exit mobile version