Business Law Community FH UGM

Special Purpose Acquisition Company sebagai Alternatif Perusahaan untuk Penggalangan Dana

Oleh Akmal Fauzan, Irma Aulia Pertiwi Nusantara,  dan Muhammmad Bintang Assiediqie (Divisi Perusahaan dan Anti Monopoli)

Latar Belakang

Dalam hukum bisnis, istilah initial public offering (IPO) sering kali dikaitkan dengan topik pasar modal dan perusahaan. IPO adalah penawaran perdana efek dalam bentuk saham yang dilakukan antara emiten, pihak yang melakukan penawaran umum, dan investor. Dengan melakukan IPO, perusahaan dipercaya mampu melakukan ekspansi tanpa harus mengajukan pinjaman ke bank. Perusahaan yang telah melakukan IPO dan mencatatkan sahamnya akan  mengalami pengalihan kepemilikan dari privat menjadi publik. Sebelum melakukan IPO, perusahaan harus menempuh proses yang rumit. Pertama-tama, perusahaan harus mencari emisi atau underwriter yang dapat berupa bank investasi, perusahaan pialang, hingga broker. Dengan begitu mereka dapat mengajukan pernyataan go-public dan membuat kontrak pendahuluan dengan bursa efek. Perusahaan dapat melakukan publikasi prospektus dan penawaran perdana. Jika ada investor yang tidak memperoleh jatah, perusahaan wajib melakukan refund atau pengembalian. Tahap akhir dari IPO dilakukan dengan perusahaan mengajukan permohonan pencatatan ke bursa efek agar saham dapat diperdagangkan ke masyarakat. Selain itu, jumlah kuota perusahaan emisi yang terbatas menjadi halangan suatu perusahaan melakukan IPO. Oleh sebab itu, perusahaan dituntut untuk menggunakan alternatif lain agar tetap bisa menggalang dana investor. 

Salah satu alternatif tersebut di antaranya menggunakan special purpose acquisition company (SPAC). SPAC adalah sejenis perusahaan cangkang yang didirikan hanya untuk menghimpun dana melalui kegiatan IPO lalu diakuisisi oleh perusahaan utamanya. SPAC pertama kali dibuat oleh David Nussbaum pada tahun 1993. Sejak saat itu, ada sekitar 700 perusahaan cangkang yang didirikan dan menghasilkan profit yang besar bagi perusahaan induknya. Perusahaan cangkang ini didirikan untuk menampung aset perusahaan baik itu milik pribadi atau milik korporasi. Perusahaan cangkang dapat digunakan untuk berbagai macam fungsi, seperti mendanai perusahaan rintisan, mentransfer mata uang secara domestik, lintas batas, dan merger dan akuisisi perusahaan lain. Untuk saat ini, peraturan perundang-undangan yang secara spesifik membahas mengenai shell company belum ada. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas lebih banyak mengatur tentang badan hukum perusahaan secara umum. Meskipun begitu, status shell company tetap merupakan badan hukum selama tidak menyimpangi peraturan yang berlaku.

Pembahasan

Meskipun jenis perusahaan ini telah muncul selama dua dekade lepas, SPAC  mengalami peningkatan pada tahun 2020, saat terjadi pandemi Covid-19.[1] SPAC tengah ramai diperbincangkan sebagai cara alternatif bagi para perusahaan rintisan (startup) di tanah air untuk melantai di bursa asing karena waktu dan prosedur yang lebih singkat. Proses SPAC ini sangat diminati karena mempunyai banyak keunggulan, salah satunya memberikan perusahaan akses yang lebih singkat dan mudah pada sektor pasar modal. Hal ini dikarenakan SPAC merupakan perusahaan cangkang sehingga proses regulation review dapat berlangsung secara singkat. SPAC juga memiliki keunggulan lain, yakni kepastian harga saham yang lebih terjamin. Pada umumnya, harga jual saham di IPO baru akan diketahui ketika menjelang IPO. Sedangkan, perusahaan target yang melakukan merger dengan SPAC dapat melakukan negosiasi harga saham bersama sponsor SPAC sebagai isi dari bagian perjanjian merger. Dengan begitu, perusahaan target akan menerima kepastian harga jual saham lebih awal. 

SPAC sebagaimana telah dijelaskan di atas merupakan sebuah perusahaan kosong yang belum melakukan aktivitas bisnis dan merupakan sekumpulan himpunan dana publik (dalam perusahaan) yang ditujukan untuk mengakuisisi atau mergerisasi suatu perusahaan. Dalam beberapa regulasi di negara lain, SPAC dibatasi hanya dalam suatu time frame negara. SPAC hadir untuk menemukan dan mengakuisisi suatu perusahaan, apabila melewati rentang waktu tersebut dan tidak kunjung menemukan perusahaan yang akan diakuisisi, maka SPAC akan dilikuidasi.

SPAC biasanya dibentuk oleh sekumpulan ekonom ataupun sponsor yang berpengalaman mengandalkan reputasinya dalam mengumpulkan modal. Langkah pertama dalam proses pembentukan SPAC adalah membuat rencana bisnis yang memuat jumlah modal dan jajaran direksi. Setelah mengetahui jumlah modal yang diperlukan, langkah selanjutnya adalah membentuk tim sponsor untuk menghimpun dana dari para investor. Apabila SPAC sudah berstatus publik, sponsor diharuskan membayar underwriter sebesar 2% dari total dana yang dikumpulkan pada saat proses IPO dan para manajemen SPAC akan mulai mengidentifikasi perusahaan berpotensi untuk dijadikan target. Pada umumnya, para pembentuk SPAC memiliki waktu sebanyak 1,5 tahun untuk menyelesaikan proses akuisisi dan 0,5 tahun tambahan jika proses akuisisi belum selesai. Apabila SPAC dan perusahaan target telah menyetujui untuk melakukan akuisisi, maka para manajemen SPAC dapat mengumpulkan dana tambahan untuk memperlancar proses akuisisi tersebut, hal ini dapat dilakukan dengan mekanisme Private Investment in Public Equity (PIPE). Mekanisme PIPE dan proses akuisisi perusahaan target akan dilakukan secara berbarengan dan selanjutnya manajemen SPAC akan melampirkan waktu yang akan diberikan pada shareholders untuk menyetujui atau tidak menyetujui syarat dan ketentuan dari proses akuisisi tersebut. Apabila shareholders menyetujui, maka akan proses akuisisi SPAC terhadap perusahaan target akan langsung dieksekusi. Apabila shareholders menolak, maka dana investasi akan dikembalikan dengan bunga, dan SPAC harus mencari target lain. SPAC akan dibubarkan dan dana akan dikembalikan kepada investor  apabila dalam 2 tahun belum juga menemukan target perusahaan lain. Jika semua pihak yang berkepentingan sudah setuju, maka proses akuisisi akan diselesaikan dan SPAC akan memberikan dana investasi. Lalu para manajemen SPAC akan dibubarkan dan perusahaan target akan menjalankan usaha dengan nama dan kode perusahaannya sendiri. Sponsor pendiri SPAC umumnya tidak mendapatkan gaji maupun upah atas pekerjaan mereka, melainkan bersama-sama mendapatkan 20% dari total saham SPAC itu sendiri. Total 20% saham ini akan bertambah nilai apabila proses akuisisi berjalan secara lancar dan sebaliknya, akan tidak bernilai apabila proses akuisisi tidak berjalan dan SPAC harus dilikuidasi. Hal ini mendorong para sponsor untuk menyelesaikan proses menuju akuisisi maupun proses penyelesaian akuisisi perusahaan yang diincar.[2] 

Salah satu karakteristik unik SPAC adalah penggunaan 80% total modal perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan target. Dalam banyak kasus, SPAC melakukan overspending pada proses akuisisi. Dari perspektif perusahaan target, akuisisi oleh SPAC ini akan mendatangkan banyak keuntungan jika berhasil. Dengan tidak dilakukannya IPO secara langsung, perusahaan target tidak diharuskan memperlihatkan laporan keuangan perusahaan maupun dokumen-dokumen perusahaan yang bersifat sensitif. Lalu perusahaan target juga tidak mengeluarkan biaya besar dalam proses IPO apabila dibandingkan dengan proses IPO perusahaan biasa. Perusahaan target tidak hanya melihat keuntungan proses IPO lewat SPAC hanya dari kacamata ekonomi saja, tetapi juga dapat melihat keuntungan lain seperti diaturnya proses IPO oleh para sponsor maupun ekonom yang berpengalaman.[3]

SPAC sejauh ini belum diatur secara khusus dalam peraturan perundang undangan Indonesia.  Akuisisi atau yang lebih dikenal sebagai pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Tindakan akuisisi melalui proses pembelian saham merupakan suatu perjanjian jual beli sehingga tidak terlepas dari empat syarat sah perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yaitu adanya kesepakatan, kecakapan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Syarat mengenai akuisisi merujuk pada ketentuan Pasal 126 ayat (1) Undang-Undang  Nomor  40  Tahun  2007  Tentang  Perseroan  Terbatas  yang menjelaskan bahwa akuisisi dapat dilakukan jika memperhatikan kepentingan pihak terkait yaitu perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan perseroan, kreditor, mitra, usaha lainnya dari perseroan, masyarakat, dan persaingan sehat dalam melakukan usaha. Pasal 126 UU Perseroan tersebut belum mengatur mengenai bagaimana SPAC dapat dilakukan di Indonesia. Sedangkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) belum memiliki aturan yang mengatur mengenai SPAC ini sendiri. Akan tetapi, pada Seminar Pencapaian Pasar Modal 2021, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) dikabarkan sedang melakukan kajian teknis mengenai rencana penerapan SPAC di pasar modal Indonesia. Kedua otoritas ini juga sudah memetakan aspek hukum beserta infrastruktur hukum tambahan yang dibutuhkan untuk mewujudkan penerapan SPAC. 

Setelah membahas pengertian SPAC dan tata cara SPAC kini kami akan membahas contoh perusahaan yang IPO dengan metode SPAC. Vertex Technology Acquisition Corporation Ltd (VTAC) merupakan salah satu contoh SPAC yang berkedudukan di Singapura dan disponsori oleh Vertex Venture Holdings Ltd (Vertex). Vertex Venture Holdings Ltd (Vertex) merupakan sebuah anak perusahaan dari Temasek Holdings Company yang bergerak di bidang investasi global. Dilansir dari website resmi milik Vertex, platform investasi global ini terdiri atas lebih dari 200 perusahaan portofolio aktif dengan lebih dari US$5,1 miliar aset yang dikelola[4] Vertex Technology Acquisition Corporation Ltd (VTAC) mengakui dirinya sebagai SPAC yang memberikan kemudahan bagi investor untuk dapat mengakses pasar publik dan berupaya untuk menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan target serta pemangku kepentingan melalui bantuan jaringan global yang dimiliki oleh sponsor VTAC.[5]

Singapore Exchange (SGX) atau bursa efek Singapura sebagai tempat kedudukan VTAC telah menerbitkan Kerangka Kerja Perusahaan Akuisisi Tujuan Khusus (SPAC Framework) dengan tujuan untuk mengenalkan pembawa listing baru di Singapura tentang aturan-aturan SPAC agar proses SPAC bisa menghasilkan perusahaan target yang baik dan memberi investor lebih banyak pilihan dan peluang. Kemudian, SGX listing global ini terdiri atas lebih dari 200 perusahaan portofolio aktif dengan lebih dari US$5,1 miliar aset yang dikelola.[6]

Singapore Exchange (SGX) atau bursa efek Singapura sebagai tempat kedudukan VTAC telah menerbitkan Kerangka Kerja Perusahaan Akuisisi Tujuan Khusus (SPACs) atau dalam bahasa inggris dikenal sebagai SPACs Framework dengan tujuan untuk mengenalkan pembawa listing baru di singapura tentang aturan-aturan SPAC agar proses SPAC bisa menghasilkan perusahaan target yang baik dan memberi investor lebih banyak pilihan dan peluang. Kalau sebelumnya kita sudah membahas dasar hukum berdirinya SPAC di Indonesia, sekarang mengenai dasar hukum SPAC di Singapura. Pada dasarnya sejauh ini, Penulis menemukan bahwa SPAC di Indonesia maupun di Singapura sama-sama belum memiliki undang-undang yang secara khusus mengatur SPAC. 

Secara esensi, SPAC merupakan perusahaan cangkang yang dibentuk oleh investor yang disebut sebagai sponsor dan tidak beroperasi secara komersial. Adapun dasar hukum yang perlu diketahui terkait dengan SPAC atau perusahaan cangkang di singapura dapat ditelusuri melalui Undang-Undang Perusahaan Singapura (Companies Act Chapter 50), Peraturan Moneter Singapura (Monetary Authority of Singapore Act), Peraturan Perusahaan dan Bisnis (Business and Companies Regulations) maupun ACRA (Accounting and Corporate Regulatory Authority).Berbeda dari Indonesia, Singapura menjadi negara di Asia Selatan yang dikenal dunia dengan reputasi pertumbuhan ekonomi yang baik. Pada 3 September 2021, Singapore Exchange (SGX) menjadi salah satu bursa besar pertama di Asia yang mengizinkan pencatatan SPAC dengan harapan bahwa Pemerintah Singapura memiliki peluang untuk menarik dana dari banyak perusahaan di masa stagnan ini. Pada kesempatan kali ini juga, Singapura yang biasanya menarik perusahaan-perusahaan properti dan keuangan mencoba untuk menarik perusahaan teknologi.[7] Memang sektor teknologi saat ini menjadi industri yang menarik karena industri teknologi global semakin memperluas batas-batas teknologi baru.[8] Hal ini pun tentu menjadi keputusan dan strategi yang tepat bagi Singapura. Oleh karena itu, Indonesia bisa mencontoh Singapura untuk semakin mengeksplorasi strategi peluang investasi tidak hanya secara nasional tetapi juga global.

Sumber:

[1] Huang, Vicky. “SPACs Surpass Traditional IPOs During the Pandemic. But What’s Next?” euromonitor.com, 26 Jan. 2022, www.euromonitor.com/article/spacs-surpass-traditional-ipos-during-the-pandemic.-but-whats-next. Accessed 13 June 2023.

[2] Okutan Nilsson, G. (2018). Incentive structure of special purpose acquisition companies. European business organization law review19, 253-274.

[3] Daniel S. Riemer, “Special Purpose Acquisition Companies: SPAC and Span, or Blank Check Redux” (2007) 85:4 Wash U L Rev 931.

[4] Vertex Holdings SPAC Team, “Unlocking the Potential of Technology Investment”, https://www.vertexspac.com/ (diakses 10 Agustus 2023).

 [5] Ibid.

 [6] Ibid.

[7] Asean Briefing Team, “Singapore Exchange Becomes the First Major Bourse in Asia to Allow SPAC Listing”, https://www.aseanbriefing.com/doing-business-guide/singapore/sector-insights/singapore-exchange-becomes-the-first-major-bourse-in-asia-to-allow-spac-listings (diakses 8 Agustus 2023).

[8] Dagny Dukach, “What does the Tech Industry Value?”, https://hbr.org/2023/05/what-does-the-tech-industry-value (diakses 8 Agustus 2023).

Exit mobile version