Analisis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka

Oleh Wawan Adji Wijaya, Muhammad Zahy Al Hafizh, Ariel Tehilla H, Marbun, dan Demas Naufal (Divisi Pasar Modal)

Seiring dengan perkembangan waktu, masyarakat Indonesia semakin peka akan investasi. Hal ini ditandai dengan peningkatan jumlah investor yang signifikan, terutama pada masa pandemi. Maka dari itu, berbagai macam cara muncul dalam mendukung perkembangan investasi, seperti stock-split dan reverse stock split. Regulasi terkait pemecahan saham (stock-split) dan penggabungan saham (reverse stock split) diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka yang diundangkan pada 22 Agustus 2022. Adanya pembentukan peraturan ini adalah untuk menciptakan sebuah ekosistem pasar modal yang teratur serta memberikan kepastian hukum bagi para pihak. Dengan demikian, penulisan ini bertujuan untuk menganalisa pengaturan pelaksanaan pemecahan saham dan penggabungan saham yang baru diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022, serta perbandingannya dengan negara-negara dengan bursa efek terbesar di dunia.

Analisis Yuridis & Pembahasan

Pada dasarnya, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham oleh Perusahaan Terbuka merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Ini merupakan suatu regulasi yang mengatur mekanisme pemecahan saham dan penggabungan saham oleh Perusahaan Terbuka. Dalam hal saham Perusahaan Terbuka tercatat di bursa efek, Perusahaan Terbuka wajib memperoleh persetujuan prinsip atas rencana pemecahan saham dan rencana penggabungan saham Perusahaan Terbuka dari bursa efek tempat saham Perusahaan Terbuka tersebut dicatatkan. Pemecahan saham adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka untuk memecah sahamnya dari 1 (satu) saham menjadi 2 (dua) saham atau lebih atau memecah sahamnya dengan rasio tertentu yang menyebabkan bertambahnya jumlah saham Perusahaan Terbuka yang beredar[1], sedangkan penggabungan saham adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perusahaan Terbuka untuk menggabungkan sahamnya dari 2 (dua) atau lebih saham menjadi 1 (satu) saham atau menggabungkan sahamnya dengan rasio tertentu yang menyebabkan berkurangnya jumlah saham Perusahaan Terbuka yang beredar.[2]

Perusahaan Terbuka wajib memenuhi beberapa persyaratan dalam hal melakukan pemecahan atau penggabungan saham diantaranya, yaitu:

1. Memperoleh Persetujuan RUPS

Perusahaan Terbuka yang melakukan Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan RUPS yang pelaksanaannya wajib mengikuti ketentuan peraturan Otoritas Jasa Keuangan mengenai rencana dan penyelenggaraan RUPS Perusahaan Terbuka.[3]

2. Memperoleh Persetujuan Prinsip dari Bursa Efek

Apabila saham Perusahaan Terbuka yang akan melakukan pemecahan atau penggabungan saham tersebut tercatat di bursa efek, maka Perusahaan Terbuka juga wajib memperoleh persetujuan prinsip (sebelum adanya pengumuman RUPS) dari bursa efek tempat saham Perusahaan Terbuka dicatatkan. Adapun yang menjadi pertimbangan dalam memberikan persetujuan prinsip atas rencana pemecahan saham dan rencana penggabungan saham, yaitu kepentingan pemegang saham publik, tingkat likuiditas perdagangan saham perusahaan terbuka, harga saham dan fluktuasi harga saham perusahaan terbuka, kinerja fundamental keuangan perusahaan terbuka, rasio pemecahan saham dan penggabungan saham, jumlah saham beredar yang dimiliki oleh masyarakat, dan pengawasan perdagangan saham perusahaan terbuka.[4]

3. Memperoleh Laporan Penilaian Saham yang Disusun oleh Penilai

Dalam hal ini, Perusahaan Terbuka harus memperoleh laporan penilaian saham yang disusun oleh penilai sebagai pertimbangan dalam penentuan rasio pemecahan saham atau penggabungan saham.

Selanjutnya, dalam melakukan pemecahan atau penggabungan saham, Perusahaan Terbuka dilarang melakukan penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu. Selain itu, Perusahaan Terbuka juga dilarang melakukan pemecahan saham atau penggabungan saham dalam jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan sejak tanggal pencatatan saham dalam rangka penawaran umum perdana saham atau IPO;[5] Adapun terdapat beberapa prosedur yang wajib dilakukan Perusahaan Terbuka dalam melakukan pemecahan dan penggabungan saham. Pertama, Perusahaan Terbuka harus memenuhi keterbukaan informasi tentang rencana pemecahan atau penggabungan saham pada hari yang sama dengan pengumuman RUPS. Kedua, dalam pelaksanaannya dilakukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah pelaksanaan RUPS yang menyetujui rencana pemecahan atau penggabungan saham tersebut. Ketiga, memenuhi semua ketentuan mengenai pemecahan dan penggabungan saham sebagaimana diatur dalam Pasal 23 Peraturan OJK NO.15/POJK.04/2022. Terakhir, pengumuman pemecahan dan penggabungan saham Perusahaan Terbuka yang sahamnya tercatat di bursa efek wajib dilakukan melalui laman resmi Bursa Efek dan disajikan dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing salah satunya adalah Bahasa inggris.

Selanjutnya, dalam Peraturan OJK ini juga mengatur mengenai ketentuan dalam hal Perusahaan Terbuka dapat menunda pelaksanaan pemecahan atau penggabungan saham paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah batas waktu jika terdapat kondisi; (1) IHSG turun melebihi 10% (sepuluh persen) selama 3 (tiga) hari bursa berturut-turut; (2) bencana alam, perang, huru-hara, kebakaran, pemogokan yang berpengaruh secara signifikan terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Terbuka; dan/atau (3) peristiwa lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap kelangsungan usaha Perusahaan Terbuka. Selain itu, Perusahaan Terbuka yang belum memperoleh persetujuan dari Bursa Efek atas pencatatan saham hasil pemecahan atau penggabungan saham; dan/atau terdapat penundaan oleh bursa efek. Perlu diperhatikan bahwa pemecahan atau penggabungan saham Perusahaan Terbuka dapat dibatalkan apabila tidak dilaksanakan dalam batas waktu dan/atau tidak mendapatkan persetujuan dari bursa efek.

4. Perbandingan dengan Negara Lain

Bagian ini akan membandingkan berbagai perbedaan mengenai pemecahan dan penggabungan saham dari beberapa negara. Negara yang dijadikan sebagai pembanding adalah Amerika Serikat dan Tiongkok mengingat kedua negara adidaya tersebut memiliki beberapa bursa saham terbesar di dunia, seperti New York Stock Exchange (NYSE) Nasdaq Stock Market (NASDAQ), dan Shanghai Stock Exchange (SSE).

Pertama, yang akan dibahas adalah stock-split antara Indonesia dan Amerika memiliki perbedaan, sebagai berikut:

a. Rasio Pemecahan Saham

Di Indonesia, rasio pemecahan saham biasanya adalah 2:1 atau 3:1, artinya satu lembar saham akan dibagi menjadi dua atau tiga lembar saham baru. Sedangkan di Amerika Serikat, rasio pemecahan saham dapat bervariasi dari 2:1 hingga 10:1 atau bahkan lebih.

b. Tujuan Pemecahan Saham

Tujuan pemecahan saham di Indonesia dan Amerika Serikat juga berbeda. Di Indonesia, pemecahan saham seringkali dilakukan untuk memperkecil harga saham per lembar, sehingga menjadi lebih terjangkau bagi investor kecil. Sementara di Amerika Serikat, pemecahan saham seringkali dilakukan untuk meningkatkan likuiditas saham dan memperluas pasar bagi perusahaan.[6]

c. Perlakuan Pajak

Perbedaan lainnya adalah dalam perlakuan pajak. Di Indonesia, tidak ada pajak yang harus dibayar oleh pemegang saham dalam pemecahan saham. Namun di Amerika Serikat, pemegang saham harus membayar pajak capital gains (keuntungan modal) pada saat mereka menjual saham tersebut setelah pemecahan saham.[7]

d. Persyaratan Regulasi

Di Indonesia, perusahaan yang ingin melakukan pemecahan saham harus memenuhi persyaratan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di Amerika Serikat, perusahaan harus mematuhi persyaratan dari Securities and Exchange Commission (SEC) dan bursa saham tempat saham tersebut terdaftar.

e. Dampak pada Nilai Pasar

Pemecahan saham di Indonesia dan Amerika Serikat juga dapat memiliki dampak yang berbeda pada nilai pasar perusahaan. Di Indonesia, pemecahan saham seringkali dianggap sebagai tanda positif dan dapat meningkatkan harga saham dalam jangka pendek. Namun di Amerika Serikat, dampak pemecahan saham terhadap harga saham lebih sulit diprediksi dan dapat bervariasi tergantung pada kondisi pasar dan kinerja perusahaan.

Kemudian, stock-split antara Indonesia dan Tiongkok perbedaannya sebagai berikut:

I. Jumlah Saham yang Dibagi

Di Indonesia, perusahaan yang memecahkan saham biasanya akan membagi sahamnya dengan perbandingan 2:1, 3:1, atau 5:1. Sementara itu, di Tiongkok, perusahaan dapat memecahkan saham dengan perbandingan yang jauh lebih besar, seperti 10:1, 20:1, atau bahkan 100:1.[8]

II. Alasan Pemecahan Saham

Alasan pemecahan saham di Indonesia biasanya adalah untuk meningkatkan likuiditas saham dan memperluas basis investor. Di Tiongkok, alasan pemecahan saham dapat lebih beragam, termasuk meningkatkan likuiditas, meningkatkan daya tarik saham bagi investor, dan memungkinkan perusahaan untuk mengumpulkan dana dengan lebih mudah.

III. Regulasi

Pemecahan saham di Indonesia diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI), sementara di Tiongkok diatur oleh China Securities Regulatory Commission (CSRC) dan Shanghai Stock Exchange (SSE) atau Shenzhen Stock Exchange (SZSE).

IV. Dampak pada Harga Saham

Pemecahan saham di Indonesia biasanya memiliki dampak yang relatif kecil pada harga saham, sedangkan pemecahan saham di Tiongkok seringkali dapat memicu peningkatan besar-besaran pada harga saham, terutama jika perusahaan tersebut terdaftar di bursa saham yang cukup besar dan populer.[9]

V. Pemecahan Saham

Di Indonesia, pemecahan saham biasanya dilakukan dengan pola yang sederhana dan teratur, yaitu 2:1, 3:1, atau 5:1. Sementara itu, di Tiongkok, perusahaan dapat memecah saham dalam pola yang lebih kompleks, seperti 1:5, 1:10, 1:20, atau 1:100, yang dapat membingungkan bagi investor yang kurang berpengalaman.

Jadi, walaupun pemecahan saham dilakukan dengan cara yang berbeda, tujuannya tetap sama, yaitu untuk meningkatkan likuiditas saham dan membuatnya lebih terjangkau bagi para investor. Namun, cara dan rasio pemecahan saham yang digunakan oleh perusahaan-perusahaan di setiap negara berbeda tergantung pada regulasi dan kebijakan pasar modal yang berlaku di masing-masing negara.

Selanjutnya, akan dibahas mengenai penggabungan saham atau bisa kita sebut dengan reverse stock-split. Walaupun konsep penggabungan saham sama, yaitu mengkonsolidasikan saham yang beredar menjadi jumlah yang lebih sedikit, tetapi terdapat beberapa perbedaan dalam pelaksanaan dan aturan di Indonesia, Tiongkok dan Amerika Serikat, seperti:

I. Aturan dan Regulasi

Di Indonesia, konsolidasi saham diatur oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedangkan di Amerika Serikat diatur oleh Securities and Exchange Commission (SEC) dan di Tiongkok diatur oleh Bursa Efek Shanghai dan Bursa Efek Shenzhen. Aturan dan regulasi yang diterapkan di kedua negara bisa berbeda dalam hal prosedur, persyaratan, dan rasio reverse stock-split yang diizinkan.

II. Persetujuan Pemegang Saham

Di Amerika Serikat, perusahaan harus meminta persetujuan dari pemegang saham sebelum melaksanakan reverse stock-split, sedangkan di Indonesia, perusahaan perlu mendapatkan izin dari OJK sebelum melaksanakan konsolidasi saham. Di Tiongkok, perusahaan harus mendapatkan persetujuan dari regulator pasar modal sebelum melaksanakan pengurangan saham. tetapi tidak harus meminta persetujuan dari pemegang saham.

III. Tujuan

Reverse stock-split dapat dilakukan dengan berbagai tujuan, seperti untuk meningkatkan harga saham, meningkatkan likuiditas saham, atau mengurangi jumlah saham yang beredar. Di Indonesia dan Tiongkok, konsolidasi saham biasanya dilakukan jika perusahaan memiliki terlalu banyak saham yang beredar atau jika kinerjanya menurun, sedangkan di Amerika Serikat, reverse stock-split biasanya dilakukan untuk meningkatkan harga saham.

IV. Rasio Reverse Stock Split 

Rasio reverse stock-split yang diizinkan di Indonesia dan Amerika Serikat, serta Tiongkok adalah antara 2:1 hingga 10:1. Namun, rasio yang diizinkan dapat berbeda-beda tergantung pada aturan serta kebijakan regulator dan kondisi riil yang berlaku di setiap negara tersebut.

V. Pengaruh pajak 

Pengaruh pajak dapat berbeda di ketiga negara tersebut. Di Indonesia dan Tiongkok, perusahaan harus membayar pajak atas keuntungan modal yang dihasilkan dari konsolidasi saham, sedangkan di Amerika Serikat, perusahaan yang melakukan reverse stock-split biasanya tidak dikenakan pajak.

VI. Perlakuan akuntansi

Cara menghitung laba atau rugi akibat reverse stock-split dalam laporan keuangan juga dapat berbeda di ketiga negara, tergantung pada aturan akuntansi yang berlaku di masing-masing negara.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Regulasi atau aturan serta dampak dari pemecahan saham (stock-split) dan penggabungan saham (reverse stock split) di Indonesia dan negara pembanding yaitu Amerika Serikat dan Tiongkok telah disesuaikan sedemikian rupa dengan kebutuhan dan karakteristik dari negara masing-masing. Dalam hal ini, peraturan atau regulasi setiap negara memiliki plus minus nya tersendiri sehingga kita tidak bisa mengatakan aturan mana yang lebih baik. 


Sumber:

[1] Pasal 1 Angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham Oleh Perusahaan Terbuka

[2] Pasal 1 Angka 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham Oleh Perusahaan Terbuka

[3] Bagian Kesatu Bab II Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham Oleh Perusahaan Terbuka

[4] Bagian Kedua Bab II Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham Oleh Perusahaan Terbuka

[5] Bagian Ketiga Bab II Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2022 Tahun 2022 tentang Pemecahan Saham dan Penggabungan Saham Oleh Perusahaan Terbuka

[6] James Chen, “Understanding Stock Splits,” Investopedia.com. https://www.investopedia.com/articles/01/072501.asp

[7] Internal Revenue Service, “Do I need to pay taxes on the additional stock that I received as the result of a stock split?” IRS.gov. https://www.irs.gov/faqs/capital-gains-losses-and-sale-of-home/stocks-options-splits-traders/stocks-options-splits-traders-7#:~:text=Stock%20splits%20don’t%20create,your%20per%20share%20basis%20changes

[8] Dongxing Gao dan An  Zhiyu. “Impacts of “Stock Split” on Rate of Stock Return in China Ashare Market,” Advances in Economics, Business and Management Research, volume 68 (2018): 291.

[9] Dongxing Gao dan An Zhiyu. “Impacts of “Stock Split” on Rate of Stock Return in China Ashare Market,” Advances in Economics, Business and Management Research, volume 68 (2018): 296.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *