Tinjauan Yuridis Plagiasi Hak Cipta: Kasus Lagu “Hello Kuala Lumpur”

Oleh Muhammad Adrian Giovanni, Muhammad Nur Hidayat, dan Fideline Abigail Zefanya (Divisi Hak Kekayaan Intelektual)

Kekayaan intelektual (KI) merupakan kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia[1]. Karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra[2]. Kemudian dengan adanya kekayaan intelektual, muncul suatu bentuk kewenangan atas hak tersebut yang disebut dengan hak kekayaan intelektual. Hak Kekayaan Intelektua (HKI) memiliki tujuan untuk melindungi sebuah karya yang dihasilkan dari sebuah kreativitas murni. Salah satu bentuk dari HKI adalah hak cipta. Mengutip dari situs DJKI, hak cipta adalah sebuah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan[3]. Karya yang dilindungi oleh HKI memiliki cakupan yang luas, yaitu meliputi karya sastra, tafsiran/terjemahan, lagu, video, pidato, ilmu pengetahuan, inovasi teknologi, dll. Lebih lanjut, hak cipta terdapat dua jenis hak yaitu hak moral dan hak ekonomi[4]. Hak moral merupakan sebuah hak yang melekat secara abadi pada seorang pencipta dan tidak dapat dialihkan. Sementara itu, hak ekonomi merupakan sebuah hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaannya, salah satunya berupa royalti. Para pencipta dapat mematenkan hasil karya mereka kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di bawah Kementerian Hukum dan Ham sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 yang mana juga menjadi dasar hukum dari hak cipta. 

          Masih terkait dengan hak kekayaaan intelektual, belakangan ini kita dihebohkan dengan adanya kasus plagiarisme lagu “Halo-Halo Bandung” ciptaan Ismail Marzuki. Tepatnya pada bulan September 2023 netizen dikagetkan dengan munculnya sebuah lagu berjudul “Helo Kuala Lumpur”  yang memiliki nada dan lirik hampir sama persis dengan  sedikit perubahan yang tidak berarti. Lagu tersebut diunggah oleh akun YouTube Lagu Kanak TV pada 27 Mei 2020 yang diduga berasal dari Malaysia[5]. Pemerintah Indonesia melalui KBRI Kuala Lumpur telah bekerja sama dengan Komisi Komunikasi dan Multimedia Malaysia (KKMM) untuk menyelidiki lebih lanjut terkait kasus ini karena telah jelas merupakan pelanggaran hak cipta. Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (KEMENDIKBUDRISTEK) juga telah melayangkan gugatan kepada pihak YouTube. Namun, Akhir dari kasus ini pun masih belum selesai dan belum ada informasi terbaru.

  Di Indonesia sendiri, perlindungan mengenai hak kekayaan intelektual khususnya dalam konteks hak cipta sendiri telah diakui sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dan peraturan yang terbaru berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 membahas hal yang sama. Keduanya membahas tentang bagaimana hak kekayaan intelektual, termasuk hak cipta diakui sebagai hak eksklusif individu maupun sekelompok orang dalam publikasi karya, baik itu berupa karya seni yang berbentuk tulis, visual dengan grafis maupun lagu. Tujuan dari perlindungan hak cipta itu sendiri adalah untuk melindungi hak eksklusif tersebut agar karya yang ditulis maupun diciptakan tidak dapat digandakan maupun digunakan oleh sembarang orang untuk keperluan komersial tanpa seizin pemegang hak cipta tersebut.

Pertengahan tahun 2023, media sosial diramaikan dengan isu plagiarisme pada lagu “Hello Kuala Lumpur”. Lagu ini diunggah oleh saluran youtube “Lagu Kanak TV” pada 27 Mei 2020. Ditemukan bahwa lagu ini meniru nada asli dari lagu “Halo-Halo Bandung”. Hal tersebut menyita perhatian warganet Indonesia yang menganggap bahwa pemilik saluran telah melakukan tindakan menjiplak lagu ciptaan Ismail Marzuki ini. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah merespon permasalahan ini dengan mengirimkan pernyataan keberatan kepada youtube[6]. Namun, sebelum membahas lebih jauh terkait anggapan adanya plagiarisme dalam lagu “Hello Kuala Lumpur” ini, kita perlu menilik historisnya terlebih dahulu, apakah terdapat hubungan maupun kontribusi pemilik saluran “Lagu Kanak TV” atas penciptaan lagu “Halo-Halo Bandung”.

Ismail Marzuki menciptakan lagu “Halo-Halo Bandung” untuk menggambarkan perjuangan masyarakat Bandung ketika tentara sekutu ingin mengambil alih kota Bandung. Situasi tempat-tempat penting di Bandung yang dibakar oleh masyarakat sipil pada saat itu digambarkan dalam lirik “sekarang telah menjadi lautan api”. Lagu ini awalnya dipopulerkan oleh Simon Lombantobing seorang perwira Siliwangi[7]. Komposisi lagu tersebut berasal dari lagu “Gayugun Laskar Rakyat” ciptaan Nahum Situmorang, seorang pencipta lagu yang dipekerjakan di badan propaganda bernama Sendenhan pada masa Jepang[8].

Masih terdapat polemik terkait pencipta asli lagu “Halo-Halo Bandung”. Meskipun demikian, lagu “Halo-Halo Bandung” telah diumumkan pertama kali pada tangga 1 Mei 1946 dan saat ini tercatat di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) dengan nomor permohonan EC00202106966[9]. Menurut Pasal 58 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta, masa berlaku hak cipta moral setelah penciptanya meninggal adalah 70 tahun, sehingga “Halo-Halo Bandung” masih dimiliki Ismail Marzuki hingga tahun 2029. 

Isu utama dalam kasus tersebut adalah apakah lagu “Hello Kuala Lumpur” merupakan hasil dari plagiarisme terhadap lagu “Halo-Halo Bandung”. Adapun, menurut Glossary of Terms Laws of Copyright and Neighboring Rights, plagiarisme merupakan pelanggaran hak cipta dengan cara mengambil beberapa bagian atau seluruhnya dan diakui menjadi milik orang lain. Kemudian, dalam Undang-Undang Hak Cipta, plagiarisme merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak moral dan hak ekonomi pemilik cipta[10]. Karena hal tersebut merupakan pelanggaran hak cipta, maka ketentuan-ketentuan mengenai sanksi yang diatur dalam pasal yang terkandung dalam Undang-Undang Hak Cipta menjadi berlaku. Pasal yang mengatur tindakannya adalah Pasal 9 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut:

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk meiakukan: (a) Penerbitan Ciptaan; (b) Penggandaan Ciptaan dalam segala bentuknya; (c) Penerjemahan Ciptaan; (d) Pengadaplasian, pengaransemenan, pentransformasian Ciptaan; atau (e) Pendistribusian Ciptaan atau salinannya; (f) Pertunjukan Ciptaan; (g) Pengumuman Ciptaan; (h) Komunikasi Ciptaan; dan (i) Penyewaan Ciptaan.

Pasal 9 ayat (2) berbunyi:

Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta.

Kemudian, Pasal 9 ayat (3) berbunyi:

Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.

Kemudian pasal yang mengatur sanksi dari tindakan pelaggaran diatur pada Pasal 113 Undang-Undang Hak Cipta, baik itu pidana penjara dan/atau pidana denda. Namun, kembali lagi tindakan plagiarisme tersebut harus dibuktikan. Pembuktian plagiarisme tidak mudah. Seorang pencipta atau pemegang hak cipta harus memiliki semua bukti-bukti yang mendukung pengakuannya mengenai Originality atau asal-usul dari karya yang dipersoalkannya[11].

Kekayaan intelektual merupakan bentuk dari kekayaan yang berasal dari akal pikiran manusia yang berbentuk karya berupa teknologi, pengetahuan, seni, dan sastra. Bentuk kekayaan tersebut, perlu dilindungi sebagai bentuk dari hak pencipta kekayaan intelektual tersebut. Oleh karena itu, dalam konteks hukum Indonesia, hak kekayaan intelektual telah diatur sebagaimana tertuang dalam konstruksi undang-undang yang ada. Lebih lanjut, kekayaan intelektual terbagi ke dalam berbagai macam, salah satunya adalah hak cipta yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014.

Pada September 2023 lalu, masyarakat digemparkan oleh berita plagiarisme lagu “Hello Kuala Lumpur” terhadap lagu Indonesia “Halo-Halo Bandung”. Lagu tersebut dianggap memiliki nada dan lirik yang hampir sama dengan lagu “Halo-Halo Bandung” ciptaan Ismail Marzuki. Atas dasar tersebut, Indonesia melalui pihak yang berwenang mengajukan gugatan terhadap lagu yang dianggap hasil dari plagiarisme. Adapun, plagiarisme dilarang menurut Pasal 9 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 dan dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 113 UU a quo. Namun, kembali lagi bahwa untuk dinyatakan lagu tersebut merupakan hasil plagiarisme, perlu dibuktikan melalui proses yang tidak mudah. Harapannya, kasus tersebut dapat segera diselesaikan sesuai dengan hukum yang berlaku dan dengan putusan yang seadil-adilnya.


SUMBER:

[1] Yuli Prasetyo Adi, et all, “Pengelolaan Kekayaan Intelektual Berbasis Kearifan Lokal Sebagai Penguatan Budaya Literasi, Kreativitas, dan Inovasi”, Vol. 4, No. 1, 2021.

[2] Ibid.

[3] Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, “Hak Cipta”, https://www.dgip.go.id/menu-utama/hak-cipta/pengenalan (diakses pada 2 November 2023).

[4] Pasal 4 UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

[5] Cecep, “Kasus Halo-Halo Bandung, Kemenlu Belum Jadikan Isu Pemerintahan”, https://www.rri.co.id/nasional/358813/kasus-halo-halo-bandung-kemenlu-belum-jadikan-isu-pemerintahan (diakses pada 3 November 2023).

[6] Ilham Pratama Putra, “Kemendikbudristek Layangkan Protes Lagu ‘Halo-Halo Bandung’ Dijiplak Jadi ‘Halo Kuala Lumpur’”, https://www.medcom.id/pendidikan/news-pendidikan/RkjM4p9b-kemendikbudristek-layangkan-protes-lagu-halo-halo-bandung-dijiplak-jadi-helo-kuala-lumpur (diakses pada 4 November 2023).

[7] Martin Sitompul, “Asal-Usul Lagu “Halo-Halo Bandung”, https://historia.id/kultur/articles/asal-usul-lagu-halo-halo-bandung-PNLgA (diakses pada 4 November 2023).

[8] Ibid.

[9]  VER, “DJKI Tanggapi Dugaan Pelanggaran Hak Cipta atas Karya Lagu Halo, Halo Bandung”, https://www.dgip.go.id/artikel/detail-artikel/djki-tanggapi-dugaan-pelanggaran-hak-cipta-atas-karya-lagu-halo-halo-bandung?kategori=liputan-humas#:~:text=Jakarta%20%2D%20Tengah%20menjadi%20perbincangan%20hangat,mengambil%20musik%20dan%20mengubah%20lirik (diakses pada 4 November 2023).

[10] Risa Amrikasari, “Penjiplakan Karya Musik Oleh Pihak dari Negara Lain”, https://www.hukumonline.com/klinik/a/penjiplakan-karya-musik-oleh-pihak-dari-negara-lain-lt548656d8ebe4b/ (diakses pada 5 November 2023).

[11] Ibid.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *