Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon: Langkah Awal menuju Cita Net Zero Emission di Indonesia

Oleh Damara Lutfiah Irawan, Yunidar Dyah Rahmalia, dan Zaidan Chanif Alfarizi (Divisi Pasar Modal)

LATAR BELAKANG

Konferensi iklim di Kota Paris, Perancis pada tahun 2015 menunjukkan bahwa permasalahan iklim global telah mencapai tahap yang mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian lebih dari masyarakat dunia[1]. Perubahan iklim dapat membawa bencana untuk kehidupan makhluk hidup, seperti terjadinya kekeringan, kerusakan ekosistem, hingga menganggu kualitas lingkungan hidup di dunia. Konferensi tersebut menghasilkan kesepakatan global untuk menangani perubahan iklim secara serius dengan berupaya membatasi kenaikan suhu global di bawah 2º Celcius, mengurangi emisi gas rumah kaca untuk mencapai target Net-Zero Emission, mewajibkan seluruh negara untuk memiliki target pengurangan emisi yang akan ditinjau setiap lima tahun sekali, serta membantu mendanai negara miskin untuk mendukung target pengurangan emisi[2].

Melihat dari fakta saat ini, sektor energi merupakan salah satu penyumbang gas rumah kaca terbesar di dunia. Dimulai dari persentase minyak menyumbang sebanyak 32%, batu bara sebanyak 29%, dan gas alam sebanyak 21%. Di Indonesia sendiri, pembakaran batu bara merupakan salah satu penyumbang polusi terbesar karena mayoritas pembangkit listrik menggunakan batu bara sebagai sumber energinya. Namun, Indonesia sebagai negara yang berperan aktif dalam kegiatan global juga turut berusaha menjadi agen perubahan (agent of change) dengan mulai menjalankan komitmennya untuk mencapai cita Net-Zero Emission, salah satunya dengan meluncurkan bursa karbon Indonesia[3].

Bursa karbon Indonesia atau Indonesia Carbon Exchange (IDXCarbon) resmi diluncurkan pada bulan September 2023. Hal ini menjadi bentuk komitmen pemerintah untuk menciptakan dekarbonisasi Indonesia menuju Net-Zero Emission pada tahun 2060. Bursa karbon sendiri merupakan medium perdagangan karbon berupa surat izin atau unit karbon yang diperjualbelikan di antara perusahaan dalam menghasilkan emisi karbon dioksida yang diatur melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (PJOK). Dalam perdagangan karbon tercipta permintaan dan penawaran unit karbon yang membuat harganya dapat mengalami fluktuasi seperti saham. Mekanisme tersebut dianggap sebagai win-win solution untuk mengatasi permasalahan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) serta mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

PEMBAHASAN

Mekanisme Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon di Indonesia

IDXCarbon sebagai penyelenggara bursa karbon memiliki 2 mekanisme dalam menjalankan kegiatan jual beli unit karbon di subsektor yang sama, yaitu allowance market dan offset market. Allowance market menerapkan mekanisme cap-trade yang mana perusahaan nantinya akan melalui tahap pengukuran, pelaporan, dan verifikasi serta akan dilakukan pencatatan melalui Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN PPI) oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Setelah memenuhi persyaratan, perusahaan akan mendapatkan unit karbon berupa cap atau batas Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi bagi Pelaku Usaha (PTBAE-PU). Perusahaan yang berhasil mengurangi emisi dari batas yang telah ditetapkan dapat menjual unit karbonnya. Di sisi lain, perusahaan yang mengeluarkan emisi lebih banyak dari izin yang telah ditetapkan perlu membeli unit karbon tambahan dari perusahaan lain agar tidak memperoleh denda dari pemerintah[4]. Sementara itu, offset market adalah pasar yang memperjualbelikan Sertifikat Pengurangan Gas Emisi Rumah Kaca (SPE-GRK). Pada offset market, unit karbon didapatkan dari upaya perusahaan untuk mengurangi gas emisi rumah kaca dengan melakukan proyek sukarela.

IDXCarbon juga menyediakan fitur perdagangan unit karbon antarsubsektor, yaitu pasar lelang, pasar regular, pasar negosiasi, dan marketplace[5].  Pertama, dalam mekanisme lelang, pemerintah sebagai regulator akan membuka lelang unit karbon dan melakukan set up harga. Kedua, menggunakan pasar regular di mana pembeli dan penjual berjumpa di pasar karbon dan dapat melakukan bid and ask. Ketiga, pasar negosiasi yang memungkinkan terjadinya transaksi di luar bursa karbon. Pasar negosiasi ini biasanya dilakukan pada transaksi bilateral dengan selanjutnya wajib dilakukan pelaporan setelah mencapai kesepakatan. Skema terakhir berupa marketplace, di mana penjual akan memasukkan proyek dan harga di marketplace dan pembeli dapat menyampaikan bid-nya[6].

Analisis Yuridis Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 14 Tahun 2023 (POJK 14/2023) tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon

Melalui POJK 14/2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon yang disahkan pada Agustus 2023 ini, diatur ketentuan dasar yang menjadi langkah awal industri bursa karbon di Indonesia, yaitu:  

Persyaratan Awal Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon

Dimulai dengan adanya persyaratan berupa wajib dikantonginya izin usaha sebagai Penyelenggara Bursa Karbon bagi pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha perdagangan karbon. Izin usaha ini diajukan oleh pemohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan unit karbon yang dapat diperdangangkan dapat terdiri atas PTBAE-PU dan SPE-GRK. Izin usaha dari OJK tersebut di atas dianggap sebagai landasan utama bagi Penyelenggara Bursa Karbon karena dengan mengantongi izin tersebut, Penyelenggara Bursa Karbon dapat mengembangkan produk berbasis Unit Karbon lainnya.

Penyelenggaraan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon 

Penyelenggaran Bursa Karbon merupakan perseroan terbatas yang berkedudukan hukum di wilayah Indonesia dan memiliki 3 hal dasar dalam melakukan perdagangan karbon, yaitu teratur, wajar, dan efisien. Kemudian dalam melaksanakan perdagangan ini, transaksi karbon dapat dilaksanakan secara langsung antara pihak dan/atau melalui perantara pengguna jasa dan dapat pula diadakan perikatan dengan pihak lain terkait pelaksanaan uji tuntas nasabah (customer due diligence) dan/atau pembuatan nomor tunggal identitas pengguna jasa. Selain memperhatikan customer, Penyelenggara Bursa Karbon pun diwajibkan untuk memastikan pengelolaan risiko, kecukupan dana, hingga ketersediaan Unit Karbon dari pihak yang akan melakukan transaksi.

Permodalan Penyelenggara Bursa Karbon

Ditetapkan dalam Pasal 13 POJK 14/2023 bahwa Penyelenggara Bursa Karbon wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan modal disetor tersebut dilarang berasal dari pinjaman.

Organ Penyelenggaran Bursa Karbon

Dalam hal kepemilikan Saham Penyelenggaran Bursa Karbon dibatasai hanya dapat dimiliki oleh lembaga sui generis, WNI, badan hukum Indonesia, dan/atau badan hukum asing yang telah mengantongi izin atau di bawah pengawasan regulator jasa keuangan di negara asalnya dan maksimal memiliki 20% (dua puluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara. Kemudian, OJK juga menjadi pihak yang dapat menentukan pihak mana saja yang dapat menjadi pemegang saham Penyelenggara Bursa Karbon yang memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan dan OJK juga sebelumnya telah melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan atas calon pemegang saham Penyelenggara Bursa Karbon. Selain itu, anggota direksi dan anggota dewan komisaris Penyelenggara Bursa Karbon diwajibkan memenuhi persyaratan integritas serta kompetensi dan kealian dengan terlebih dahulu lulus penilaian kemampuan dan kepatutan oleh OJK sebelum diangkat oleh RUPS Penyelenggara Bursa Karbon. Selanjutnya terdapat beberapa ketentuan spesifik dari anggota direksi, dan anggota dewan komisaris Penyelengara Bursa Karbon dalam POJK POJK 14/2023 tersebut.

Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggara Bursa Karbon

Dimulai dengan adanya persyaratan berupa wajib dikantonginya izin usaha sebagai Penyelenggara Bursa Karbon bagi pihak yang akan menyelenggarakan kegiatan usaha perdagangan karbon. Izin usaha ini diajukan oleh pemohon kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan unit karbon yang dapat diperdangangkan dapat terdiri atas PTBAE-PU dan SPE-GRK. Izin usaha dari OJK tersebut di atas dianggap sebagai landasan utama bagi Penyelenggara Bursa Karbon karena dengan mengantongi izin tersebut, Penyelenggara Bursa Karbon dapat mengembangkan produk berbasis Unit Karbon lainnya.

Penyelenggaraan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon

Penyelenggaran Bursa Karbon merupakan perseroan terbatas yang berkedudukan hukum di wilayah Indonesia dan memiliki 3 hal dasar dalam melakukan perdagangan karbon, yaitu teratur, wajar, dan efisien. Kemudian dalam melaksanakan perdagangan ini, transaksi karbon dapat dilaksanakan secara langsung antara pihak dan/atau melalui perantara pengguna jasa dan dapat pula diadakan perikatan dengan pihak lain terkait pelaksanaan uji tuntas nasabah (customer due diligence) dan/atau pembuatan nomor tunggal identitas pengguna jasa. Selain memperhatikan customer, Penyelenggara Bursa Karbon pun diwajibkan untuk memastikan pengelolaan risiko, kecukupan dana, hingga ketersediaan Unit Karbon dari pihak yang akan melakukan transaksi.

Permodalan Penyelenggara Bursa Karbon

Ditetapkan dalam Pasal 13 POJK 14/2023 bahwa Penyelenggara Bursa Karbon wajib memiliki modal disetor paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan modal disetor tersebut dilarang berasal dari pinjaman.

Organ Penyelenggaraan Bursa Karbon

Dalam hal kepemilikan Saham Penyelenggaran Bursa Karbon dibatasai hanya dapat dimiliki oleh lembaga sui generis, WNI, badan hukum Indonesia, dan/atau badan hukum asing yang telah mengantongi izin atau di bawah pengawasan regulator jasa keuangan di negara asalnya dan maksimal memiliki 20% (dua puluh persen) dari seluruh saham dengan hak suara. Kemudian, OJK juga menjadi pihak yang dapat menentukan pihak mana saja yang dapat menjadi pemegang saham Penyelenggara Bursa Karbon yang memenuhi persyaratan integritas dan kelayakan keuangan dan OJK juga sebelumnya telah melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan atas calon pemegang saham Penyelenggara Bursa Karbon. Selain itu, anggota direksi dan anggota dewan komisaris Penyelenggara Bursa Karbon diwajibkan memenuhi persyaratan integritas serta kompetensi dan kealian dengan terlebih dahulu lulus penilaian kemampuan dan kepatutan oleh OJK sebelum diangkat oleh RUPS Penyelenggara Bursa Karbon. Selanjutnya terdapat beberapa ketentuan spesifik dari anggota direksi, dan anggota dewan komisaris Penyelengara Bursa Karbon dalam POJK POJK 14/2023 tersebut.

Persyaratan dan Tata Cara Perizinan Penyelenggara Bursa Karbon

Dalam hal persyaratan dan tata cara perizinan harus memenuhi prinsip keterbukaan, akses yang sama bagi semua pihak, dan regulasi yang menciptakan kesempatan yang sama (same regulation, same activity, and same risk).

Perubahan atas Peraturan dan Anggaran Dasar, Rencana Kerja dan Anggaran Tahunan, dan Laporan Penyelenggara Bursa Karbon

OJK memiliki wewenang untuk menyetujui atau menolak Peraturan Penyelenggara Bursa Karbon dan perubahannya sebelum diajukan kepada Menteri yang menyelenggaran urusan pemerintahan di bidang hukum dan HAM. Sebelum memulai perdagangan, Penyelenggara Bursa Karbon wajib memaparkan rencana kerja dan anggaran tahunan paling lambat akhir bulan Nobember setiap tahun pelaporan diawali dengan penyampaian kepada OJK saat pengajuan Permohonan izin usaha. Kemudian OJK berwenang untuk memberikan persetujuan atas rencana kerja dan anggatan tahunan tersebut sebelum berlaku. Kemudian, Penyelenggaran Bursa Karbon wajib melaporkan hal-hal terkait dalam Pasal 31 POJK 14/2023 kepada OJK yng kemudian disampaikan kepada Menteri. Dalam melaksanakan pelaporan, dilakukan secara elektronik.

Dasar Yuridis Bursa Karbon dalam Hukum Nasional dan Hukum Internasional

Pemberlakuan bursa karbon didasari dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement. Peluncuran bursa karbon di Indonesia juga dapat dikorelasikan dengan komitmen yang diambil pada Paris Agreement dalam mencapai target nasional untuk pengurangan emisi gas rumah kaca di Indonesia. Dengan menggunakan sarana Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 ini, diharapkan pemerintah mampu menerapkan mekanisme bursa karbon yang efektif sehingga dapat mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan[7].

Meskipun kebijakan ini terkesan baru dan revolusioner, tetapi sudah terdapat beberapa perangkat hukum yang dapat digunakan sebagai penguat kebijakan tersebut, diantaranya yaitu Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Undang-undang tersebut mengatur tentang perdagangan karbon, baik di dalam negeri maupun luar negeri yang dilakukan melalui mekanisme bursa karbon dengan Otoritas Jasa Keuangan yang akan berperan sebagai pemberi izin dan pengawas berjalannya bursa karbon[8]. Selain itu, terdapat Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon, yang membahas mengenai regulasi dan mekanisme yang diperlukan untuk penyelenggaraan bursa karbon dan perdagangan kredit karbon di Indonesia[9].

Jika dilihat melalui perspektif hukum internasional, bursa karbon ini memiliki dasar berpikir dalam bentuk perjanjian internasional, yang disebut Konvensi Kerangka PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC)[10]. Terdapat sebuah kesepakatan bersama bahwa negara-negara yang berpartisipasi dalam konvensi tersebut memiliki tanggung jawab untuk mengatasi permasalahan perubahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh negara anggotanya. Komisi Bangsa-Bangsa untuk Kemanusiaan (UNFCCC) telah diadopsi oleh 195 negara, termasuk Indonesia, yang meratifikasinya dengan Undang-Undang Nomor 6 tahun 1994.  Kemudian, Protokol Kyoto pada tahun 1997 adalah salah satu hasil penting dari Konvensi tersebut. Menurut Protokol Kyoto, negara-negara maju harus mengurangi emisi gas rumah kaca mereka hingga rata-rata 5% di bawah tingkat tahun 1990.

Peluang dan Tantangan Perkembangan Bursa Karbon di Indonesia

Peresmian bursa karbon di Indonesia membuka sejumlah peluang yang menguntungkan negara dan masyarakat. Bursa karbon merupakan bentuk implementasi konkret dari pemerintah untuk membentuk ekonomi hijau. Selain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, bursa karbon juga berpeluang untuk mendongkrak perekonomian Indonesia karena besarnya volume unit karbon yang akan diperdagangkan dan banyak negara yang tertarik untuk menggeluti serta mengembangkan bidang ini.

Namun penerapan bursa karbon di Indonesia masih memiliki sejumlah tantangan, yaitu sepinya peminat terhadap perdagangan karbon melalui bursa karbon. Hal ini disebabkan karena perusahaan nasional masih memiliki standar Environmental, Social, and Governance (ESG) yang rendah karena perusahaan belum banyak memahami dan menyadari terkait pentingnya bursa karbon serta manfaat dari mengurangi emisi gas rumah kaca bagi lingkungan kedepannya. Padahal, ESG merupakan salah satu landasan perusahaan untuk menerapkan konsep berkelanjutan dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup, sosial, dan tata kelola. Namun, hingga saat ini, aturan mengenai ESG masih diatur dan cenderung membebaskan perusahaan untuk membuat kebijakan serta belum ada peraturan pemerintah dengan sanksi yang mengikat mengenai kewajiban penerapan ESG pada perusahaan di Indonesia. 

Selanjutnya, sampai saat ini belum ada aturan yang mengatakan bahwa sertifikat hijau Indonesia dengan standardisasi Sistem Registri Nasional (SRN) yang dikeluarkan KLHK mengadopsi Verra Standard (Verified Cabon Stand/VCS) atau Gold Standard yang menjadi sertifikat yang telah diakui oleh dunia. Hal ini berpengaruhi agar sertifikat hijau yang dikeluarkan Indonesia melalui SRN dapat bersaing di pasar internasional dan tidak menurunkan harga jual dari sertifikat hijau Indonesia karena sertifikat tersebut belum diakui secara internasional. 

Dengan demikian, peluang dari perdagangan karbon melalui bursa karbon di Indonesia ini masih memiliki banyak tantangan yang harus segera diperbaiki untuk menyempurnakan mekanisme perdagangan karbon ini.

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan di atas, pada hakikatnya perdagangan karbon melalui bursa karbonmerupakan inovasi yang sangat menjanjikan jika didukung dengan instrumen kebijakan pemerintah Indonesia yang efektif pula. Kehadiran bursa karbon menjadi langkah awal menuju perbaikan lingkungan hidup yang efektif dengan pengurangan emisi karbon, disertai dengan keutungan di bidang ekonomi berupa perolehan pendapatan yang menjanjikan, hingga bidang sosial karena dapat membuka lapangan pekerjaan untuk sektor ini. Maka dari itu, diperlukannya sinergi dari berbagai kalangan, mulai dari pemerintah, para pebisnis, hingga masyarakat untuk mengenal lebih dalam mengenai perdagangan karbon melalui bursa karbon yang menjanjikan ini. 


SUMBER:

[1]  Balqis Tsabita dan Vanya Karunia, “Paris Agreement: Asal-usul dan Isi Perjanjiannya,” Kompas.com, Maret 3, 2022, Paris Agreement: Asal-usul dan Isi Perjanjiannya (kompas.com).

[2] Ibid.

[3] Seminar dengan Sarjiya dkk., “Peran Industri Migas dalam Transisi Energi”, tanggal 20 Oktober 2023 di Auditorium Mandiri FISIPOL UGM.

[4] Dinar Fitra, “Pengumuman, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) Diluncurkan Hari Ini,” IDX Channel, September 26, 2023, Pengumuman, Bursa Karbon Indonesia (IDXCarbon) Diluncurkan Hari Ini – Bagian all (idxchannel.com).

[5] Rully R. Ramli dan Erlangga Djumena, “Mengenal IDXCarbon dan Cara Kerjanya”, Kompas.com, 6 Oktober 2023, https://money.kompas.com/read/2023/10/06/134000026/mengenal-idxcarbon-dan-cara-kerjanya?page=all

[6] Ibid

[7] Bagaskara. 2023. “Dasar Hukum Penyelenggara Bursa Karbon Di Indonesia.” Mutucertification.com. June 22, 2023. https://mutucertification.com/dasar-hukum-penyelenggara-bursa-karbon/ 

[8] Ibid

[9] Ibid

[10] Putu Ayu Bertyna Lova, “Sejarah Singkat UNFCCC” Satuharapan.com, 22 April 2013, http://www.satuharapan.com/read-detail/read/sejarah-singkat-unfccc 

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *